Binar dan kakaknya saling menatap satu sama lain. Sudah lebih dari tiga puluh menit mereka duduk manis di bangku taman.
"Mana, Bi?" tanya sang pria sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan.
"Aku gak tau, Mas," jawab Binar.
"Kamu tahu dari mana soal siapa itu tadi?"
"Dari Ata, Mas. Dia ngajak ke sini katanya mau ketemu Om Baik."
Pria itu sejenak berpikir. "Mita ada cerita sih kalau Ata kemarin nabrak seorang laki-laki."
"Mungkin itu orangnya tapi kenapa juga harus ngajakin ketemu lagi sama Ata," sahut Binar, curiga.
"Mana mas tau, Bi," sahut Argawira.
"Makanya itu, Mas. Aku harus pastikan."
"Kamu kasih pengertian aja Ata-nya daripada udah seperti orang gak ada kerjaan kayak gini."
"Masalahnya, itu orang udah bilang ke Ata bakal ketemu lagi. Nah, Ata gak akan puas kalau belum ketemu. Dia pasti tante dan merengek terus. Makannya harus aku temuin orangnya biar dia gak ngomong gitu lagi ke Ata. Dan Ata juga gak kayak dijanjiin gitu loh, Mas. Tadi aja, dia bulak-balik kayak orang dewasa banyak pikiran di depan rumah."
Argawira mengernyit. "Ngapain?"
"Ya nungguin Mas."
Pria itu tertawa mendengar cerita tentang tingkah lucu keponakan. "Kok bisa? Mas gak bilang mau jemput dia loh.''
"'Kan Mas yang bilang sama dia kalau Mas mau nemenin dia lagi ke taman. Ya dia tungguin. Udah aku bilang, jangan ngomong sesuatu sama Ata dia bakal mikir itu adalah janji," celoteh Binar.
"Iya, Maaf. Mas lupa, Bi. Abisnya kemarin itu Ata gak mau pulang sementara kamu bilang kalau Ata harus pulang. Ya mas bingung dong gimana bujuk Ata. Akhirnya mas bilang aja kalau mas bakal temenin dia lagi ke taman."
"Jangan diulang, Mas. Nanti kita yang repot."
"Iya, cerewet," sahut Argawira sambil mencubit pucuk hidung sang adik.
"Sakit, Mas!' sebal Binar seraya menepis tangan sang kakak yang justru terkekeh.
Tanpa Binar dan Argawira tahu, dari jarak beberapa meter, ada sebuah kamera yang mengarah pada mereka. Berkali-kali mengambil gambar kebersamaan keduanya dengan wajah Binar yang terlihat jelas.
"Nih lihat. Mbak kamu udah nelpon mas. Pasti dia khawatir gara-gara mas belum sampai rumah."
"Ya udah Mas pulang aja, biar aku yang nemenin Ata di sini."
Argawira menjawab panggilan dari istri. "Assalamualaikum, Sayang."
"Waalaikumsalam. Mas di mana? Tadi katanya udah jalan tapi kok belum sampai rumah juga?! Mas gak apa-apa 'kan?"
"Mas lagi di taman dekat rumah, Sayang."
"Astaghfirullah, Mas ... ngapain di sana? Aku nungguin dari tadi karena anak-anak rewel. Mas malah asik-asikan di taman. Mas gak tau pusingnya aku kayak apa di rumah. Mana Bibi pulang cepat," omel wanita itu.
Binar hanya terkekeh mendengar suara kakak iparnya yang sedang mengomel di seberang sana.
"Maaf, Sayang. Mas gak tau kalau bibi udah pulang makanya mas nemenin Binar sama Ata dulu di taman."
"Nemenin apa?"
"Katanya Ata janjian sama cowok yang kemarin, yang dia bilang Om Baik itu loh."
Mita sejenak berpikir hingga akhirnya mengingat sesuatu. "Ya ampun, Mas ... mereka itu bukan janjian. Cowok itu cuma bilang kapan-kapan mereka ketemu lagi. Bukan berarti janjian. Ata aja yang salah paham. Namanya juga anak-anak. Mas pulang, dong. Ini lihat anak-anak rewel terus. Mira sama Satria berantem terus. Aku pusing, Mas!''
"Iya, Sayang, iya. Mas minta maaf. Ini Mas langsung pulang sekarang. Tunggu ya?!" Setelah itu Argawira mengakhiri panggilan. "Bi, mas harus pulang. Kasian mbak kamu."
Binar mengangguk. "Ya udah. Mas pulang aja. Aku nggak apa-apa nemenin Ata di sini sendiri. Paling tunggu tiga puluh menit lagi. Kalau orang itu nggak datang juga, aku ajak Ata pulang."
"Mau mampir ke rumah Mas dulu?"
"Enggak, Mas. Aku langsung pulang ke rumah mama aja. Makanya aku bawa mobil sendiri biar Mas gak usah capek-capek nganterin aku nanti."
"Ya udah kalau gitu. Mas pulang duluan. Kamu hati-hati ya?!"
"Iya, Mas.
Argawira mengecup singkat puncak kepala adiknya. "Jagain Ata. Dia suka jauh lari-larinya."
"Iya, Mas. Udah sana, ah, pulang. Kasian Mbak Mita. Nanti dia malah ngomel sama aku."
"Iya, cerewet," sahut Argawira sambil lalu.
"Mas tuh yang cerewet!" teriak Binar, terkekeh sambil menatap punggung kakak tercinta yang semakin menjauh.
Setelah pria itu berlalu, Binar masih duduk di kursi taman seraya mengawasi putrinya yang sedang bermain dengan anak-anak lain.
"Kayaknya dia gak datang deh," gumam Binar. Entah kenapa ia begitu penasaran pada sosok yang dinanti sang putri. Pasalnya, Permata bukan tipe anak yang mudah akrab dengan orang dewasa yang baru dikenal.
"Aku tunggu sepuluh menitan lagi aja deh. Kalau gak ada juga, aku ajak Ata pulang," putusnya, masih sambil mengawasi putri tercinta yang sedang main kejar-kejaran dengan sesama balita di sana.
Binar gegas beranjak saat tidak melihat anaknya kembali setelah berlari menjauh.
"Ata sekarang sama siapa di sini?"
Binar mendengar suara seorang pria bertanya pada sang anak. Apa mungkin itu orang yang dimaksud putrinya? Tiba-tiba saja jantung berdegup kencang.
"Ata sama bunda, Om."
Binar juga mendengar suara Permata. Gegas mempercepat langkah hingga ia melihat anaknya sedang bicara dengan seorang pria yang berjongkok di depan gadis kecil itu.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.