"Selamat siang, Bu,'' sapa Maya yang baru saja masuk ke ruangan atasan.
"Siang, May," balas Binar yang baru kembali dari makan siang bersama kakaknya.
"Siang ini ada meeting yang tertunda dengan Pak Andra."
Binar diam. Mengingat pria itu dadanya seketika berdebar. Ia sempat lupa bahwa rapat yang seharusnya dilakukan kemarin, diundur ke hari ini. "Jam berapa?"
"Tiga puluh menit lagi, Bu."
"Ya udah. Tolong beri saya waktu tiga puluh menit. Ada hal yang harus saya lakukan. Nanti kamu kasih tau saya kalau udah waktunya."
"Baik, Bu. Kalau tidak ada yang Ibu perlukan lagi, Saya permisi."
Binar hanya mengangguk. Setelah Maya keluar, ia mengambilnya laptop, mencari informasi tentang Ilyasa di jejaring sosial. Tidak ada informasi apa pun.
"Pak Ilyasa seorang pengusaha yang ternama. Perusahaannya juga besar. Kenapa tidak ada informasi apa pun di internet?"
Binar kemudian membuka aplikasi tempat orang berbagi foto dan mencari nama lengkap pengusaha tersebut. Muncul satu akun terkunci dengan profil foto keluarga yang salah satunya adalah Andra.
"Jadi benar dia itu putra Pak Ilyasa. Tapi ... bagaimana bisa ada dua orang yang berbeda dengan satu wajah yang sama?" Binar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi.
Tok! Tok! Tok!
"Permisi, Bu.'' Maya masuk setelah mengetuk pintu. "Ibu sudah siap?"
Binar melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. ternyata sudah tiga puluh menit berlalu. "Iya," angguknya.
"Ibu ... baik-baik saja?"
"Saya tidak apa-apa, Maya. Ayo!" ajak Binar, merasa lebih siap untuk melanjutkan pekerjaan. Lagi pula ia tetap harus profesional dalam bekerja. Duduk di kursi yang sudah disediakan.
"Bagaimana kabar Ibu?" Andra yang duduk tidak jauh dari wanita itu, bertanya.
Binar menoleh pada orang yang bertanya. Alih-alih menjawab, Ia justru memperhatikan pria itu. 'Hidung, mata, bibir, bahkan suaranya pun sama. Hanya gaya rambutnya saja yang berbeda,' batinnya.
Entah kenapa, terapi ada rasa sedih yang menyelinap di dalam hati ketika Andra tidak mengenalnya. Bertemu pria yang mirip suami, itu rasanya seperti mimpi.
"Bu Binar? Bu?" panggil Andra saat wanita itu terus menatapnya. Ia salah tingkah ditatap seperti itu oleh wanita cantik.
Binar masih asik dengan pikirannya sendiri 'Dia gak mengenali aku. Berarti dia bukan Mas Zean. Tapi kenapa wajahnya begitu mirip dengan Mas Zean?' Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terlontar meski ditujukan untuk dirinya sendiri.
"Bu Binar!''
Kali ini Binar tersadar dari lamunan sebab panggilan itu disertai dengan tepukan lembut di pundak. Maya pelakunya. "I-iya? Maaf." Salah tingkah saat menyadari tatapan semua orang tertuju padanya.
"Ibu baik-baik saja?" tanya Maya.
"Ya, Saya gak apa-apa," balas Binar.
"Apa ibu yakin?"
Binar mengangguk. "Iya, Maya. Saya yakin. Silakan dimulai."
***
Binar memijat kening terasa berdenyut. Rapat baru saja selesai lima menit yang lalu.nKejadian demi kejadian yang ia alami sejak kemarin benar-benar membuatnya terkejut sekaligus bingung.
"Tapi ....Mas Zean itu berasal dari keluarga biasa. Sementara Andra dari keluarga pengusaha. Dulu waktu di Jogja, Mas Zean kerja sebagai staff divisi keuangan di sebuah perusahaan. Sementara Andra seorang CEO. Duh ... kepalaku benar-benar pusing mikirin ini semua." Memijak pangkal hidung.
"Lebih baik aku pulang. Ketemu Ata bisa bikin aku lupa sama semua masalah yang ada." Binar bersiap untuk pulang, memeriksa barang-barang agar tidak ada yang tertinggal.
Setelah itu ia keluar dari ruangan. "Maya, saya pulang dulu. Kamu pulang saja nanti kalau jam kerja kamu sudah habis," ujarnya, berdiri di depan meja sekretaris yang segera berdiri saat ia hampiri.
"Baik, Bu. Apa Ibu perlu diantar sopir? Saya lihat wajah Inu pucat sejak meeting tadi."
Binar menggeleng. "Gak perlu. Saya bawa mobil sendiri aja. Saya nggak apa-apa kok."
"Ibu yakin?"
Ibunda Permata itu mengangguk. "Iya, saya yakin. Insya Allah saya masih kuat bawa mobil sendiri."
"Baik kalau begitu, Bu. Hati-hati di jalan."
"Makasih. Saya pulang dulu."
"Silakan, Bu."
Binar berlalu setelah pamit. Tak perlu waktu lama menunggu lift untuk turun. Karena masih jam kerja, keadaan kantor begitu lengang
"Bu Binar!"
Wanita itu menoleh. Jantungnya seketika berdegup kencang saat melihat pria yang memiliki wajah begitu mirip dengan suami. Tetapi untuk apa pria itu masih ada di sana? Padahal rapat sudah selesai sejak tadi.
"Bu Binar mau pulang?"
"Iya."
"Sendiri?"
"Iya."
"Anda yakin mau pulang sendiri? Wajah Anda terlihat pucat," komentar Andra.
Ingin sekali Binar berkata bahwa wajahnya pucat karena melihat pria itu. Tetapi tentu saja tidak mungkin ia lakukan.
"Insya Allah saya bisa pulang sendiri. Permisi, Pak. Saya duluan," pamit Binar, berlalu tanpa menunggu jawaban dari sang pria.
Tidak kuat lama-lama berhadapan karena itu membuatnya mengingat kembali suami yang entah berada di mana sekarang.
Untuk beberapa saat Andra menatap punggung wanita yang semakin menjauh. Betah memandang hingga akhirnya Binar menghilang dari pandangan
Di detik berikutnya gegas menyusul karena pun harus pulang. Setelah rapat selesai tadi, ia singgah di kantin perusahaan itu untuk minum kopi dan bersantai karena pekerjaan sudah selesai. Jadi ia tidak perlu kembali ke kantor.
Fokus Binar yang sudah berada di dalam mobil pun teralihkan ketika melihat Andra keluar dari lobi. "Benar-benar mirip," gumamnya. Masih tidak habis pikir dengan kemiripan dua orang tersebut.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.