Beberapa waktu lalu sejak kepergian Albert yang dinyatakan hilang oleh keluarganya, keadaan menjadi cukup berbeda dari biasanya. Tidak ada tawa ataupun khas suara-suara yang mampu terdengar di ambang telinga mereka masing-masing. Semua keadaan ini sangat sulit untuk diputuskan bahwa sebenarnya memang kedua orang tua sekiranya berumur empat sampai lima puluh tahunan merasa sepi. Mereka tidak bisa lagi menentukan bahwa sebenarnya pergerakan selanjutnya adalah mencari-cari sampai menemukan titik terang itu.
“Jadi apa yang sudah kamu lakukan untuk mencari anak kita? Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar seorang wanita berpenampilan elegan dengan perhiasan yang melekat di tangan dan beberapa bagian tubuh lagi. Dia bergerak ke suatu arah, yang diikuti suara-suara derap langkah kakinya pula.
“Aku juga tidak bisa menentukan. Kita terlalu terbiasa ditinggalkan seperti ini oleh Albert. Dia anak yang cukup sulit untuk diajarkan bagaimana caranya menaati ucapan kita.” Laki-laki tua yang umurnya tidak berbeda jauh dengan wanita itu, ikut beranjak dari sana. Dia mengikuti ke mana wanita tadi berjalan lalu berhenti begitu saja.
“Mungkin ada sedikit saja usaha yang bisa kamu lakukan, bukan? Ini terlalu tinggal diam dan urung akan segala tindakan.”
Merasakan banyak sekali perintah serta pemikiran yang dialami, laki-laki itu sontak pergi meninggalkan tempat. Dia melangkah terburu-buru dan seperti hendak menuju ke suatu arah. Belum bisa dipastikan oleh sepasang mata dan pikiran lawan bicaranya bahwa sang suami ingin berbuat apa setelah ini.
“Baik, aku akan sabar menunggu. Mungkin sebentar lagi Albert akan bisa ditemukan,” ucapnya sangat lemah dan pelan.
*
Dua jam dari kepergian sang suami, Ibu dari Albert itu masih berada di sana—sofa tempatnya menunggu tadi. Dia memegangi jari jemari, kemudian setengah berpikir ulang akan apa yang terjadi saat ini memang tidak begitu saja bisa diterimanya secara baik-baik saja. Jika tidak cepat melakukan tindakan, maka nasib dari anaknya yang dinyatakan hilang beberapa waktu kesannya sia-sia saja. Menyebabkan bahaya dan kerugian juga jika berlama-lama seperti sekarang. Syukurlah sampai detik ini belum ada kabar apa-apa mengenai keadaan Albert di tempat tertentu yang mengalami kejadian macam-macam. Itu artinya bisa dikatakan bahwa pemuda tampan yang menjadi target masih bisa diharapkan tidak mengalami kejadian apa-apa.
Hening tanpa kata, tiba-tiba saja langkah kakinya langsung menjejak ke luar rumah. Dia menapak ke tempat kendaraan biasa menetap, tetapi belum bisa dipastikan bahwa ada sesuatu yang sekarang tengah mereka hadapi. Intinya adalah hendak berbuat sesuatu untuk kepentingan yang dihadapinya.
“Dia di mana? Aku bisa merasakan bahwa Albert memang baik-baik saja. Akan tetapi, bagaimana mungkin sejak beberapa waktu lalu anakku tidak pulang?”
Urung akan segala perasaan positif, sekarang wanita beberapa puluh tahun tersebut kembali terduduk. Dia sedikit membungkuk dan mengarahkan pandangan ke sana ke mari demi mencari jejak yang pasti untuk menemukan keberadaan anaknya. Bukan cara yang cukup mudah, apa lagi ini berkaitan dengan kehidupan Albert jika benar dalam bahaya. Justru itu secara berhati-hati, Ibu dan ayahnya menjalankan pencarian untuk bisa melihat putra kesayangannya mereka kembali lagi mengisi kekosongan rumah yang ditinggali.
Takut untuk bisa bersuara, nyatanya tiba-tiba saja tapak kaki seseorang seolah membangunkan hati. Wanita tua yang tadi berada di dekat jendela luar, serta terduduk di kursi tempatnya berada, sekarang harus berdiri lantas kelihatan bergerak cepat berjalan ke arah suara. “Siapa itu?”
Lupa untuk masalah yang dihadapi, wajahnya tertahan akan segala permasalahan ini. Dia sendiri bingung ketika segala harapan demi harapan yang terjadi kesannya memaksakan diri untuk bisa peduli atau sekadar mengingat pula. Tidak ada yang bisa dirasakan selain berpikir biasa untuk langkah selanjutnya. “Siapa tahu ada informasi tentang Albert kali ini,” tandas sang empu yang berbicara sendiri dengan dirinya.
Sontak menghela napas panjang, tangan kanannya tak lupa meraih benda pipih berukuran enam inci itu dengan cepat. Dia mendekatkan ponsel tersebut ke telinga, kemudian berbicara dengan seseorang di seberang sana bermodal suara serta harapan yang dipendam. “Iya, dengan siapa? Apakah ada informasi untuk putra saya, Albert Winston?”
Tidak menjawab selama beberapa waktu, akhirnya sekilas terdengar bahwa seseorang di seberang telepon lanjut menapak pada pembicaraan inti. Dia mengatakan agar lawan bicara bisa segera mengikuti permintaan yang ada beberapa waktu selanjutnya ini. Ya, tentu saja menyangkut soal Alber juga nantinya.
“Siang, Nyonya. Ada kepentingan hari ini?” tanya lawannya lembut. Mungkin masih tahap berbicara lemah, jadi membutuhkan sedikit kata-kata awal yang dibutuhkan selalu.
“Tidak, saya kebetulan sedang tidak mengerjakan apa-apa. Benar-benar kosong jadwal, dan asyik menunggu seseorang.”
“Soal Albert, Nyonya?”
Terkejut dengan itu, dia yang merasa bahwa anaknya tersebut mengalami kesulitan langsung bergerak untuk ditemukan, seketika semangat mendengarkan. Tidak lupa setitik kata-kata yang keluar dari bibirnya menunjukkan bahwa dirinya sangat-sangat mengharapkan keadaan kembali pada proses dulu.
“Baik, saya akan ikuti. Tunggu beberapa waktu, sampai keberadaan saya tiba di kantor. Tidak lama, percayalah!”
Ikut saja dengan semua kata-kata yang mereka terima dari Ibu Albert, pemikiran menentukan jawaban dengan sendirinya. Belum lagi bisa dipastikan bahwa sesungguhnya memang ada yang lebih penting dalam memutuskan pilihan. Tidak mungkin juga secara seperti ini, ternyata ibunya Albert urung terhadap segala keadaan anaknya itu.
“Sudah aku duga bahwa Albert pasti mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman aku juga. Tidak sia-sia akhirnya aku menunggu dan berteman dengan mereka-mereka semua selama beberapa tahun belakangan.”
Menjejakkan langkahnya menuju ke arah yang diinginkan, kedua kaki wanita tersebut harus sengaja terhenti dengan cepat. Dia merespons cukup tajam, dengan segala arah pandang yang diinginkan. Belum sampai beberapa detik bersiap-siap, ternyata kondisi siap pergi terlihat sudah direncanakan oleh beliau untuk perjalanan hari ini.
“Baik, kita berangkat sekarang, Pak!” Sigap terburu-buru meminta kepada sang sopir agar lebih liar menancap kemudi, wajah sang empu benar-benar sangat panik. Dia melirik ke luar jendela, kemudian memejamkan mata agar bisa menerima respons yang diperlihatkan oleh sudut-sudut matanya juga. Bisa dikatakan bahwa sebenarnya diri beliau sendiri cukup lemah untuk bisa menghadapi segala permasalahan ini semua.
*
Dua puluh menit di perjalanan, keberadaan wanita tadi sudah sampai di kantor. Ini adalah tempat yang biasa mereka gunakan untuk melaksanakan meeting, kumpulan, serta mengadakan acara-acara penting lainnya. Bisa juga dikatakan bahwa sesungguhnya tempat ini adalah markas mereka melakukan segala bentuk tindakan dan rencana yang terselubung.
“Sudah cukup ramai. Sepertinya....”
Segera menuju ke sebuah tempat itu, jejak kaki yang dilakukan olehnya terkesan berat. Apa lagi saat sepasang netra itu harus beradu pada perkumpulan orang-orang terduduk dari lewat balik kaca transparan. Dipastikan, semuanya tengah bersiap-siap untuk mengadakan meeting terhadap hilangnya Albert, putra dalam pernikahan sepasang sosok tersebut.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.