Menapak kaki di Pulau Karibia, Edward dan Liana akhirnya menemukan titik terang. Di sana, mereka bertemu dengan Queen, pemimpin dari Penculik yang sangat berperan jauh dalam penculikan Leona dan Albert saat ini. Bukan hanya itu, Queen juga pernah sempat hendak membunuh bangsa-bangsa mereka yang menyaingi gelarnya.
“Akhirnya kami bisa bertemu denganmu di sini, ya. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, Queen bermain licik seperti ini. Sudah belajar menjadi pengecut?” ucap Liana santai. Gadis itu memandang lekat manik mata Queen yang sudah dipenuhi amarah besar.
“Da-dari mana kalian mengetahui tempat rahasia kami? Ah, Rook dan Bishop yang mengatakannya, ‘kan?” bentak Queen marah. Dia melangkah ke arah Edward dan Liana, entah apa yang hendak dilakukannya.
“Memang Anda ada hak apa dengan keberadaan kami yang sudah tiba-tiba sampai ke mari? Jelas, lah, kami bisa tahu. Kalian terlalu rumit memasang banyak jebakan, sehingga informasi keberadaan kalian sendiri, kalian juga yang memberi tahu. Lain kali, pintarlah, Queen! Bukan hanya bermodal keji dan licik!” Edward yang berdiri di sebelah Liana ikut menimpali. Ucapannya lebih menusuk batin si lawan bicara sampai Queen sendiri merasa malu.
“Hey! Berani-beraninya Anda berbicara itu padaku? Anda bisa mati di tanganku sekarang juga!” ancam Queen sembari mengarahkan telunjuknya ke wajah Edward. Bukannya takut, Edward dan Liana malah tertawa hebat.
“Ha-ha-ha! Kita sama, Queen! Aku juga bisa menghancurkanmu saat ini! Kebetulan teman-teman yang memiliki sifat keji itu tidak ada di sini. Dengan mudahnya Liana dan aku yang akan menghabisi Anda sekarang juga!”
Perlahan mimik wajah Queen mengendur. Dia terlihat menatap bumi sembari melirik ke sana ke mari. Raut kegeLianahan terlihat jelas di bayang-bayang matanya. Jika dipikir berulang kali, ucapan Edward ada benarnya. Queen yang berdiri sendiri di sini untuk mengawasi Leona dan Albert tidak memiliki bantuan apa pun. Dia hanya mengandalkan kekuatan yang tidak sebanding dengan bersatunya kekuatan Liana, Edward, dan Leona dan Albert nantinya. Berusaha agar tidak terlihat geLianah, Queen tersenyum miring.
“Kalian hanya berani bermain keroyokan! Pengecut yang sebenarnya ada di depan mata.” Seketika Liana tertawa lagi.
“Hey, Queen, Anda lupa? Penculik adalah sekumpulan orang-orang keji yang membuat siasat untuk menipu kami. Itu Anda bilang tidak keroyokan? Bagaimana pola pikir kalian sebenarnya? Memalukan!” ujar Liana kemudian. Gadis itu masih terlihat tertawa hebat bersama Edward yang ada di dekatnya.
Semakin marah dan terlihat murka, Queen mundur perlahan-lahan sampai posisinya menjauh dari hadapan Edward. Sebelum itu, Liana sempat bertanya-tanya apa maksud dari gelagat sang musuh yang tiba-tiba merasa kalah. Akan tetapi, setelah dipikir baik-baik, Penculik bukan kelompok sembarangan. Pasti ada siasat dan jebakan lagi di balik gerak-geriknya.
Belum usai menghentikan dugaannya, semua benar terjadi. Ledakan hebat disusul peluru tembakan yang melayang seketika membuat Edward refleks menarik lengan Liana erat-erat. Pria itu membawa gadis di dekatnya menjauh dari serangan yang diberikan Penculik.
“Ah, sial! Seharusnya kita mengejar gerak Queen. Serangan kembali terlihat, sepertinya Queen memang ingin membawa Leona dan Albert cepat-cepat pergi dari sini. Kita harus bergerak melebihi kecepatannya, Edward!” Liana berkacak pinggang sembari menengadah kepala ke arah langit-langit. Gadis itu menatap langit yang terlihat kian menghitam. Ini pertanda bahwa air dari langit akan segera mengguyur seluruh kota, bahkan Pulau Karibia sekalipun.
“Kamu tidak apa-apa, ‘kan? Selalu berjaga, saat masih berada di kawasan Penculik. Mereka bisa begitu saja spontan memberi kita jebakan-jebakan yang terlihat tidak masuk akal.” Edward menatap serius Liana penuh perhatian. Dia mengelus lengan gadis di hadapan dengan lemah lembut.
“Iya, Edward, terima kasih. Sekarang kita harus bagaimana? Jangan sampai kehilangan jejak mereka lagi. Mereka secepat itu berpindah tempat dan menjauh dari sisi kita,” titah Liana dengan nada panik. Gadis itu masih memikirkan tentang Leona dan Albert yang belum berhasil bebas dari tangan Penculik.
“Kita menapak ke sana. Di sana akan ada petunjuk lagi, dan sepertinya juga Penculik belum jauh dari sini. Mereka akan tetap tertangkap oleh kita, percayalah!”
Saling memberi anggukan satu sama lain, Edward dan Liana berjalan gesit ke arah maju. Mereka memburu pergerakan jalanan sampai napasnya kadang terdengar memburu. Belum lagi Liana yang tidak terlalu lancar berjalan dan sedikit tertatih-tatih, akibat tragedi kecil yang menimpa tadi.
“Edward, pelan! Kakiku masih sedikit sakit,” ucapnya lirih.
Kini yang terlihat, Liana mencoba berupaya mengimbangi langkah kaki Edward, tetapi tetap saja gadis itu tertinggal cukup jauh. Di pertengahan jalan, dia sempat melepaskan genggaman tangan Edward yang tadinya terasa erat.
“Astaga. Liana, ayo cepat! Kamu masih sakit, ya? Maaf, aku tidak tahu. Kalau begitu, biar aku gendong saja, ayo!” tawar Edward pada gadis di hadapan. Pria itu berbalik arah dan melangkah ke arah Liana yang sudah tertinggal jauh di belakang.
“Tidak, Edward! Keselamatan Leona dan Albert paling utama. Aku bisa dan aku kuat. Kamu jalan lebih dulu, aku akan melangkah pelan-pelan untuk mengikutimu. Ayo, Edward, kamu harus bisa menyelamatkan Leona dan Albert!”
Tidak tega meninggalkan Liana sendiri dengan kondisi seperti itu, Edward rela menggeleng. Pria itu menatap lekat manik mata Liana, kemudian sedikit mencondongkan wajahnya ke wajah Liana. “Tidak! Aku pergi, kamu akan tetap ada di dekatku. Kita mencari Leona dan Albert bersama-sama, dan apa pun suka duka kita hadapi bersama. Liana, ayo ikuti ucapanku!”
Terdiam sejenak, Liana tidak bisa banyak berpikir apa-apa. Demi Leona dan Albert dia rela naik di atas pundak Edward dan berjalan satu kaki di atas badan pria itu. Jika tidak begini, maka Edward benar-benar memilih berdiam juga di tempat, menunggu Liana. Bukan tidak perduli dengan Leona dan Albert dan fokus pada Liana, tetapi Edward memang mementingkan keadaan keduanya.
“Kamu pegang bahu aku, kita sedikit berlari. Sebelum Penculik kembali berlayar dan pergi, kita harus lebih dulu mencegahnya!”
Mengarungi pesisir Pulau dengan panas matahari yang hebat, Edward mengangkat beban di pundaknya. Laki-laki itu sudah dibanjiri keringat yang mengembun di dahi dan juga beberapa bagian tubuh tertentu. Menapak dalam keadaan sedikit berlari, dia begitu terasa diburu napas, akibat beban yang dipikul juga tidak bisa dikata ringan. Perjuangan Edward untuk menyelamatkan dan melindungi kedua temannya memang sangat begitu sempurna. Bahkan dia rela menahan rasa lelahnya ke sana ke mari, hanya untuk melihat teman-temannya selamat.
“Edward, kamu pasti lelah. Maafin aku, ya, hanya bisa menjadi beban dalam pencarian ini.” Edward yang mendengar ucapan Liana sigap menyambar.
“Tidak! Kita sama-sama berniat untuk menyelamatkan Leona dan Albert, teman kita. Yang kamu alami ini hanya musibah, bukan beban. Buktinya aku kuat, dan kamu tenang saja, ya. Sepertinya kita akan bertemu Leona dan Albert sebentar lagi.”
“Ke-kenapa kamu bisa tahu? Ah, jangan memberi harapan palsu padaku, Edward!”
Tiba di ujung mata, pandangan indah terasa berada pada sebuah mimpi. Dilihatnya dari kejauhan, seorang wanita lemah tidak berdaya sedang tertidur di sebuah tiang yang mengikat kedua tangannya. Jika diperhatikan lamat-lamat, sepertinya itu orang yang menjadi tujuan Edward dan Liana sampai ke mari.
“Liana, itu Leona dan Albert! Benar yang kukatakan, dia masih berada di sini.” Bersama ekspresi wajah semringah, Edward bertutur kata pada seseorang yang ada di gendongannya. Sejurus Liana juga menatap heran ke arah tujuan.
“Benarkah? Itu Leona dan Albert? Ah, akhirnya ...!” Gadis itu terlihat begitu penuh haru, dan memaksa turun dari gendongan Edward.
“Kamu nanti sakit,” ujar Edward penuh perhatian.
“Tidak! Aku bisa jaga diri dari Penculik, dan kamu harus fokus pada Leona dan Albert. Selamatkan dia, Queen akan membawanya pergi!”
Semakin mendekat ke arah Leona dan Albert dan Queen menapak, Edward dan Liana mengedarkan pandangan tajam. Senyum miring tidak berhenti diperlihatkannya pada sang musuh di hadapan.
“Ah, kenapa kalian bisa secepat itu datang ke mari? Pergi, pergi sekarang juga!” entak suara Queen mengoyak gendang telinga hewan-hewan yang berada di sekeliling Pulau.
“Enak saja. Sesulit itu datang ke mari, Anda menyuruh kami untuk pergi? Cuih! Kembalikan Leona dan Albert, maka kami akan pergi tanpa permintaan kalian sedikitpun.” Liana yang berada dalam kondisi sakit masih bisa memukul batin Queen mentah-mentah. Gadis tersebut tidak segan-segan berkata to the points pada lawan bicara di depannya.
“Bermain curang! Ini semua pasti gara-gara Anda, ‘kan?” Queen mengarahkan pandangan ke wajah Edward. Dia menatap nanar sang musuh dalam-dalam. “Pergi atau teman kalian akan mati sekarang juga?” ancamnya kemudian.
“Omong kosong!” Sontak gerakan tangan Edward ikut andil dalam menangani kekuatan Queen. Pria itu mendorong tubuh sang musuh sampai terpental ke belakang.
“Ke-kenapa dia bisa seperti ini? Anda jahat, Queen! Anda hanya bisa bermain licik dan sembunyi!” timpal suara Liana kedengaran keras.
“Bukan urusanku! Leona dan Albert hanya tertidur sejenak. Dia akan kembali bangun setelah tenaganya benar-benar kembali. Ha-ha-ha!” tawa khas Queen membuat lawan bicara mengepal tangan.
“Tenaga Leona dan Albert Anda ambil alih? Apa perasaanmu? Jika dia mati, bagaimana?” Liana berkata lebih keras.
“Itu urusan dia! Bagus, kalau dia mati. Aku tidak susah payah menghabisi dia lagi nantinya.” Sesantai mungkin Queen terlihat biasa saja. Baginya, ini semua bukan permasalahan.
“Liana, kamu bebaskan Leona dan Albert! Kita akan pergi jika Leona dan Albert benar-benar sudah ada dalam pelukanmu!” Liana mengangguk cepat kemudian berjalan menghampiri tiang besar untuk tempat Leona dan Albert diikat.
“Jadi ini cara kalian merebut Leona dan Albert? Lemah!” ucap Queen bertubi-tubi.
“Lemah, tapi buktinya Anda kalah ‘kan? Hanya menunggu untuk Penculik si kelompok keji ini mengaku kalah, baru dunia bisa mencatatnya. Kalau tidak, mana mungkin kalian bisa merasa benar-benar kalah.”
“Tidak! Penculik tidak pernah kalah, apalagi hanya dengan dua orang seperti kalian! Ingat itu!”
Saling beradu ucapan, Edward dan Queen bertekak. Pertikaian melanda keduanya. Sama-sama berada di puncak kemarahan, maka perkelahian hebat terjadi pada mereka. Liana yang sedikit waspada bahwa temannya itu akan kalah, terlihat gemetar.
Kenapa hanya ada 1 orang, Alber kemana ya? Batik Liana. Namun dia tidak ambil pusing, dia mempercepat langkahnya mendekati Leona. “Leona, kamu harus selamat, ya!” Sembari membuka ikat tali di tangan Leona, Liana terus bergeming. Dia melirik ke sana ke mari, memerhatikan Edward dan Leona secara bergantian. Tiba-tiba Leona terkejut.
“Edwaarrd! Ini bukan Leona!” teriak Liana bingung sambil memperhatikan wajahnya orang tersebut. “apa maksudmu Liana?” Tanya Edward bingung.
“Ini Bukan Leona dan ini bukan Albert Edward! Kita menyelamatkan orang yang salah. Siapa kamu?” Tanya Liana.
“Sudah nanti saja Liana, sekarang pergi dari sini! Cepat naik ke boat itu, kita akan segera pergi dari Pulau ini!” Masih dalam pertengkaran dan adu kekuatan dengan Queen, Edward menyempatkan ucapannya tersampaikan di telinga Liana dengan baik. Pria itu menahan tangan Queen yang hampir saja mencelakakan dadanya.
“Ta-tapi ....” Masih ragu-ragu, Liana bingung harus melangkah ke mana. Sedangkan yang ada di bayang-bayang pikirannya hanya keadaan Edward yang nantinya akan habis di tangan Queen. Bagaimanapun sang pemimpin Penculik itu memiliki kekuatan yang luar biasa.
“Jangan pikirkan aku, karena semua akan baik-baik saja! Cepat, ikuti perintahku! Bawa Leona dan Albert ke sana, secepatnya!”
Terakhir kali melirik ke arah Edward, Liana berteriak kencang ketika temannya itu jatuh tersungkur ke pasir-pasir. Dia melihat kebencian di mata Queen yang sudah tidak bisa dibendung. Setelah ini mungkin hidup dan mati Edward dalam bahaya! Gadis itu memperlihatkan gerakan, sembari berkata lirih “to.. tolong aku…”
“Kamu aman sekarang, kamu harus kuat, ya. Edward dan aku bersusah payah menyelamatkan kamu. Bantu Edward berhasil bebas dari perempuan iblis itu, ya!” Berbicara pada gadis yang masih belum sadarkan diri di dekatnya, Liana meneteskan bulir bening. Tangisnya pecah seketika melihat dua orang teman yang sama-sama penting terlihat susah karena Penculik sendiri. Jika keadaan kakinya sehat, mungkin dia akan ikut bercampur tangan dalam perdebatan di depannya.
Memejamkan mata sejenak, Liana berdoa pada Tuhan. Keselamatan Leona dan Albert dan Edward adalah harapan terbesarnya saat ini. Disaksikan oleh air dan pasir, Liana bersenandika dalam hati, ‘Selamatkan dan lindungi keluargaku, mereka akan kembali bersamaku dalam keadaan baik-baik saja. Ya Tuhan, dengarkan doa saya!’
Sontak membuka mata setelahnya, boat sudah berlayar seketika. Diliriknya sekeliling, kini mereka sudah berada di atas air, tengah melaju kencang menuju dermaga di ujung sana.
“Edward ... Leona dan Albert?” Liana bertanya-tanya kemudian. Mulutnya tidak mampu mengatup, akibat sesuatu yang dilihatnya ini seperti sebuah mimpi. Bagaimana mungkin?
“Kamu kenapa, Liana? Aku sekuat tenaga berteriak memanggil namamu, tetapi bukannya menjawab, kamu terus memejamkan mata sampai boat yang kita tumpangi berlayar ke tengah laut.” Dari posisinya, Edward terdengar mengayunkan suara. Liana yang berdiam di tempat masih belum bisa mencerna kejadian yang dirasakan sekarang.
“Ka-mu, kenapa?” tanya Edward sekali lagi.
“Kok, kamu berhasil bebas dari Queen? Bagaimana keadaan di sekarang? Penculik ikut campur dalam perkelahian kalian?” Liana balik bertanya, membuat lawan bicaranya menghela napas panjang.
“Queen tiba-tiba terjatuh di atas pasir. Entah apa yang terjadi padanya, aku juga tidak tahu. Padahal sama sekali balasan untuknya tidak kuberikan padanya. Bagaimana juga Queen itu perempuan, mana mungkin aku bisa melukainya.”
“Ta-tapi, dia sudah—“ Pembicaraan Liana terpotong sesaat. Gadis itu kembali mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat.
“Kejahatan tidak sepantasnya kita balas dengan kejahatan juga. Biarkan saja, mungkin ini jalan kita untuk bebas dari serangan mereka. Yang paling penting, Leona sudah berada di tangan kita sekarang!” Beralih tatapan pada wanita lemah yang ada di pangkuan Liana, Edward tersenyum hangat.
“Edward, dia bukan Leona. Itu orang lain.” Diikuti tatapan Liana yang memerhatikan lekat wajah gadis dihadapannya, mereka—Edward dan Liana—saling pandang bersamaan. Pencapaian untuk membebaskan temannya dari Penculik berujung sia-sia. Banyak lika-liku yang harus mereka hadapi, salah satunya serangan diam-diam Penculik pada mereka.
“Kamu siapa?” Tanya Edward lembut pada gadis itu. Dengan nada lemah gais itu menjawab “Ro… Rose” kemudian dia jatuh pingsan lagi. Edward menggendong Rose di pangkuannya. Liana menatapa Rose dengan wajah khawatir. sebenarnya dia siapa? Batin Liana pilu.
Melihat ramainya dermaga dari kejauhan, Edward tersenyum kecil. Dia masih begitu terperanjat atas keberhasilan ini, padahal harapan mati di tangan Queen sudah tersemat hebat di bayang-bayang benaknya. Akan tetapi, Tuhan punya cerita lain yang membanggakan.
Benar-benar sudah tiba di dermaga, boat putih yang mereka tumpangi parkir dengan rapi di tempat biasanya. Bukan hanya itu, Rose yang tertidur pulas sepanjang penyisiran laut tadi, ternyata siuman juga. Gadis itu menatap sekeliling, dan menuju pandangan pertamanya pada wajah Liana.
“Kita di mana?” Tanya Rose kebingungan sembari bangkit perlahan. Masih ditatapnya wajah Edward, dan beberapa orang yang ada di sekitar dermaga. “aku bebas da-dari Penculik?” Mulai mengumpulkan nyawanya kembali, Rose terlihat tidak menyangka.
Sambil turun dari boat dan menapak ke tanah, Liana dan Edward saling pandang. Keduanya memalingkan kembali wajah ke hadapan Rose, lantas tersenyum sambil mengangguk. “Iya, kamu sudah terbebas dari genggaman Penculik, terutama Queen! Namun kamu siapa? Kemana saudara kami Leona?” ujar Edward seraya memperlihatkan deretan giginya.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.