Gemerisik itu semakin keras, seperti bisikan kematian yang berhembus dari kegelapan. Bayangan hitam besar itu melayang di udara, matanya yang merah menyala menatap mereka dengan tatapan dingin dan tanpa ampun. Senja merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, bukan hawa dingin dari kegelapan di sekitarnya, tetapi hawa dingin dari ketakutan yang merayap di dalam dirinya.
Di tengah ruangan yang gelap dan mencekam, dengan cahaya merah gelap yang memancar dari tongkat sihirnya, Senja siap untuk menggunakan kekuatan kegelapan untuk melawan kegelapan. Namun, saat ia melangkah maju, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasakan getaran yang kuat, getaran yang berasal dari bola cahaya merah di atas altar, getaran yang terasa seperti panggilan yang memanggilnya untuk menyerah. Dan di tengah suara gemuruh yang semakin keras, ia mendengar suara gemerisik yang aneh, suara yang terasa seperti suara ribuan sayap yang mengepak, suara yang berasal dari kegelapan di belakang mereka, suara yang membuatnya menoleh dengan ngeri, hanya untuk melihat bayangan hitam besar yang melayang di udara, bayangan yang memiliki mata merah menyala yang lebih besar dan lebih mengerikan dari sebelumnya, bayangan yang seolah-olah adalah perwujudan dari kegelapan itu sendiri, siap untuk menelan mereka semua.
"Apa... apa itu?" bisik Bayu, suaranya tercekat, matanya melebar karena ketakutan.
Senja menggelengkan kepalanya, matanya terpaku pada bayangan hitam besar itu. Ia merasakan energi yang kuat dan jahat memancar dari bayangan itu, energi yang terasa seperti jantung dari kegelapan itu sendiri.
"Aku tidak tahu," jawab Senja, suaranya berbisik, matanya memancarkan ketakutan dan tekad yang bercampur menjadi satu. "Tapi kita harus melawannya."
Bayangan hitam besar itu bergerak maju, melayang dengan anggun di udara, seperti penari kematian yang memanggil mereka ke dalam kegelapan. Matanya yang merah menyala menatap mereka dengan tatapan dingin dan tanpa ampun, seolah-olah melihat ke dalam jiwa mereka, melihat ketakutan dan keraguan yang bersembunyi di sana.
"Kalian tidak bisa melawan kami," kata bayangan hitam besar itu, suaranya bergema di seluruh ruangan, seperti suara kematian yang berbisik. "Kegelapan ini terlalu kuat. Kalian akan bergabung dengan kami, atau kalian akan hancur menjadi debu."
Senja mengangkat tongkat sihirnya, cahaya merah gelap memancar dari kristal di ujungnya, menerangi ruangan yang gelap. "Kami tidak akan menyerah," katanya, suaranya bergetar, tetapi penuh tekad. "Kami akan melawan kegelapan ini, sampai akhir."
Bayu mengangguk, menguatkan genggaman pada tongkatnya, buku-buku jarinya memutih. "Kita akan melawan bersama-sama," katanya, suaranya penuh keyakinan, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan. "Kita akan melindungi cahaya, meskipun kita harus mati karenanya."
Pertempuran pun dimulai. Senja dan Bayu menyerang dengan semua kekuatan yang mereka miliki, cahaya suci mereka berbenturan dengan kegelapan yang pekat, menciptakan percikan api dan bayangan yang menari-nari di udara. Sosok-sosok bayangan itu menyerang dengan ganas, cakar mereka yang tajam mengiris udara, mata merah mereka memancarkan kilatan petir yang mematikan, menyambar-nyambar seperti ular berbisa. Bayangan hitam besar itu melayang-layang di sekitar mereka, menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, menghindari serangan mereka dengan mudah.
"Wussh!" suara cakar bayangan itu membelah udara, diikuti oleh suara gemuruh petir yang memekakkan telinga, suara yang membuat bulu kuduk berdiri.
"Argh!" Bayu meringis kesakitan, lengannya terluka oleh serangan cakar bayangan, darah mengalir dari luka itu, menodai jubah putihnya.
Senja memanggil perisai cahaya, melindungi mereka dari serangan petir, perisai itu bergetar hebat, mencoba menahan kekuatan kegelapan. "Bayu, mundur!" teriaknya, suaranya penuh kekhawatiran, matanya memancarkan ketakutan yang sama dengan yang dirasakan Bayu.
Namun, Bayu menggelengkan kepalanya, matanya dipenuhi tekad yang membara, tekad yang lahir dari rasa tanggung jawab dan persahabatan. "Tidak, kita akan melawan bersama-sama!" serunya, suaranya bergetar, tetapi penuh semangat. "Kita akan menang, atau kita akan mati bersama."
Mereka berdua terus berjuang, tetapi bayangan hitam besar itu terlalu kuat. Ia bergerak terlalu cepat, menyerang dari segala arah, memaksa Senja dan Bayu untuk bertahan dengan susah payah, untuk melindungi diri mereka sendiri dan satu sama lain.
Di tengah pertempuran, Senja merasakan tarikan yang kuat, tarikan yang berasal dari bola cahaya merah di atas altar. Tarikan itu terasa seperti panggilan, panggilan yang memanggilnya ke dalam kegelapan, panggilan yang menjanjikan kekuatan dan pengetahuan yang tak terbatas.
"Senja... datanglah..." bisik suara-suara itu, menggema di dalam kepalanya, membelai egonya dengan kata-kata yang manis dan mematikan. "Kamu akan menjadi bagian dari kami, bagian dari kegelapan yang abadi. Kamu akan menjadi dewa, penguasa dunia ini."
Senja menggelengkan kepalanya, mencoba mengabaikan bisikan itu, tetapi semakin ia mencoba, semakin keras suara-suara itu terdengar. Ia merasakan kegelapan merayap di dalam dirinya, mencoba mengambil alih, mencoba mengubahnya menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang mengerikan.
"Tidak!" teriak Senja, suaranya bergetar, tetapi penuh tekad, seperti teriakan pemberontakan melawan tirani. "Aku tidak akan menyerah pada kegelapan! Aku adalah cahaya, dan aku akan tetap menjadi cahaya!"
Tiba-tiba, ia merasakan energi yang aneh mengalir dalam dirinya, energi yang terasa seperti campuran cahaya dan kegelapan, seperti api dan es yang menyatu menjadi satu. Energi itu terasa kuat dan berbahaya, tetapi juga terasa familiar, seperti bagian dari dirinya yang selama ini tersembunyi.
Ia menyadari sesuatu yang mengerikan. Ia memiliki kekuatan untuk memanggil kegelapan, kekuatan yang sama dengan yang digunakan oleh sosok-sosok bayangan itu. Ia adalah keturunan penjaga kabut yang memiliki kekuatan kegelapan dan cahaya.
"Tidak," bisik Senja, menggelengkan kepalanya, matanya memancarkan ketakutan dan penolakan. Ia tidak ingin menggunakan kekuatan itu, kekuatan yang akan mengubahnya menjadi sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang bukan dirinya.
Namun, di tengah keputusasaan, ia menyadari bahwa ia tidak punya pilihan. Ia harus menggunakan kekuatan itu, jika ia ingin menyelamatkan desa mereka, jika ia ingin menghentikan kegelapan yang mengancam akan menelan segalanya.
Ia memejamkan mata, mencoba merasakan energi gelap itu mengalir dalam dirinya, mencoba mengendalikannya. Ia membayangkan kegelapan yang mengelilingi mereka, kegelapan yang akan menelan segalanya jika ia gagal.
Ia membuka matanya, dan kristal di ujung tongkat sihirnya bersinar dengan cahaya merah gelap, cahaya yang sama dengan yang dipancarkan oleh bola cahaya merah, cahaya yang terasa seperti jantung dari kegelapan itu sendiri.
"Kita akan melawan kegelapan ini, dengan kegelapan kita sendiri," kata Senja, suaranya dipenuhi tekad yang dingin, tekad yang lahir dari keputusasaan dan rasa tanggung jawab.
Di tengah pertempuran yang sengit, dengan cahaya merah gelap yang memancar dari tongkat sihirnya, Senja siap untuk menggunakan kekuatan kegelapan untuk melawan bayangan hitam besar itu. Namun, saat ia melangkah maju, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasakan getaran yang kuat, getaran yang berasal dari bola cahaya merah di atas altar, getaran yang terasa seperti panggilan yang memanggilnya untuk menyerah. Dan di tengah suara gemuruh yang semakin keras, ia mendengar suara gemerisik yang aneh, suara yang terasa seperti suara ribuan sayap yang mengepak, suara yang berasal dari kegelapan di belakang mereka, suara yang membuatnya menoleh dengan ngeri, hanya untuk melihat bayangan hitam besar itu tersenyum, senyum yang dingin dan mengerikan, senyum yang seolah-olah mengatakan bahwa mereka telah jatuh ke dalam perangkapnya. Dan tepat saat itu, bola cahaya merah di atas altar meledak, memancarkan cahaya merah yang menyilaukan, cahaya yang terasa seperti jantung dari kegelapan itu sendiri, cahaya yang akan mengubah segalanya.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.