Kabut itu merayap, bukan sekadar kabut biasa, melainkan selimut kelabu yang menelan desa Lembah Ashen. Ia bukan sekadar uap air; ia hidup, bernapas, dan berbisik. Bisikan-bisikan itu, kadang lembut seperti belaian, kadang tajam seperti duri, merasuk ke dalam jiwa setiap penduduk, membisikkan ketakutan dan keraguan.
Senja berdiri di tepi jurang, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta aroma lumut basah dan tanah lembap. Di bawah sana, Lembah Ashen tersembunyi di balik kabut, hanya cahaya obor yang berkedip-kedip seperti mata binatang buas yang terlihat. Ia benci kabut ini, benci bagaimana ia mengurung desanya, mengisolasi mereka dari dunia luar. Namun, ia juga tahu, kabut ini adalah pelindung mereka, perisai dari dunia luar yang penuh bahaya.
Ia menyentuh kalung kristal di lehernya, peninggalan ibunya. Kristal itu berdenyut hangat, memancarkan cahaya redup yang menenangkan. Di dalam kalung itu, tersimpan sebagian kecil kekuatan magisnya, kekuatan yang ditakuti dan dihormati oleh penduduk desa. Senja adalah "penjaga", pelindung desa dari kekuatan jahat yang mengintai di balik kabut.
"Senja!" suara serak memanggilnya. Pak Tua Elias, pemimpin desa, berdiri di belakangnya, wajahnya yang keriput dipenuhi kekhawatiran. "Upacara pemilihan penjaga baru akan segera dimulai. Kau harus bersiap."
Senja mengangguk, hatinya berdebar. Ia tahu, upacara ini bukan sekadar formalitas. Bayu, putra Pak Tua Elias, sangat menginginkan posisi penjaga. Ia ambisius, cerdas, dan licik. Senja tahu, Bayu tidak akan segan melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Mereka berjalan menuju balai desa, bangunan batu tua yang berdiri kokoh di tengah desa. Penduduk desa berkumpul di sana, wajah mereka tegang dan penuh harap. Di tengah balai, sebuah altar batu berdiri, di atasnya terdapat sebuah mangkuk perak berisi air yang berkilauan.
Upacara dimulai. Pak Tua Elias berdiri di depan altar, suaranya yang berwibawa memenuhi balai. "Hari ini, kita akan memilih penjaga baru, yang akan melindungi desa kita dari kegelapan yang mengintai. Hanya mereka yang memiliki hati murni dan kekuatan magis yang kuat yang layak menyandang gelar ini."
Bayu melangkah maju, senyum percaya diri menghiasi wajahnya. Ia mengangkat tangannya, dan api biru menari-nari di telapak tangannya. Penduduk desa berdecak kagum, terpesona oleh kekuatan Bayu.
Giliran Senja tiba. Ia melangkah maju, merasakan tatapan tajam Bayu menusuknya. Ia mengangkat tangannya, dan kristal di kalungnya bersinar terang, memancarkan cahaya putih yang lembut. Air di dalam mangkuk perak mulai bergetar, memancarkan riak-riak cahaya yang indah.
Penduduk desa terkesima. Mereka tahu, kekuatan Senja jauh lebih besar daripada Bayu. Namun, mereka juga tahu, Bayu memiliki pengaruh besar di desa.
"Cukup!" suara Bayu memecah keheningan. "Kekuatan Senja mungkin besar, tetapi hatinya tidak murni. Ia terlalu lemah, terlalu takut untuk mengambil tindakan tegas. Kita membutuhkan penjaga yang kuat, yang tidak akan ragu untuk menghancurkan musuh-musuh kita!"
Kata-kata Bayu seperti bara api yang membakar hati Senja. Ia tahu, Bayu sedang memanipulasi penduduk desa, memanfaatkan ketakutan mereka. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia terikat oleh tradisi, oleh aturan desa.
Pak Tua Elias menatap Senja dengan tatapan sedih. Ia tahu, Bayu benar. Senja terlalu lembut, terlalu penuh kasih. Ia tidak memiliki ketegasan yang dibutuhkan untuk menjadi penjaga.
"Keputusan telah dibuat," Pak Tua Elias mengumumkan dengan suara berat. "Bayu akan menjadi penjaga baru desa Lembah Ashen."
Senja merasakan hatinya hancur. Ia tahu, ini bukan akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari konflik yang lebih besar, konflik yang akan menguji kesetiaan, kekuatan, dan keberaniannya.
Malam itu, Senja duduk di tepi jurang, menatap kabut yang menyelimuti desanya. Ia merasa sendirian, terisolasi, seperti pulau kecil di tengah lautan kabut. Ia tahu, ia harus melakukan sesuatu, harus menghentikan Bayu sebelum ia menghancurkan desanya.
Tiba-tiba, ia merasakan kehadiran lain di dekatnya. Rara, penyihir misterius yang tinggal di gua di balik air terjun, berdiri di belakangnya, wajahnya yang pucat bersinar dalam cahaya bulan.
"Kau tahu, Senja," kata Rara dengan suara serak, "kabut ini bukan sekadar kabut biasa. Ia menyembunyikan sesuatu, sesuatu yang sangat berbahaya. Sesuatu yang akan mengubah segalanya."
Senja menatap Rara, matanya dipenuhi pertanyaan. "Apa maksudmu?"
Rara tersenyum misterius. "Kau akan tahu, Senja. Kau akan tahu."
Rara menghilang ke dalam kabut, meninggalkan Senja sendirian dengan pertanyaan-pertanyaannya. Ia tahu, Rara menyimpan rahasia, rahasia yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Senja menatap kabut, merasakan firasat buruk yang merayap di hatinya. Ia tahu, malam ini hanyalah awal dari badai yang akan datang. Dan di tengah badai itu, ia harus membuat pilihan, pilihan yang akan menentukan nasibnya, nasib desanya, dan nasib dunia di balik kabut.
Ia ingat kata-kata ibunya, "Kekuatanmu adalah anugerah dan kutukan, Senja. Gunakan dengan bijak, karena setiap tindakan memiliki konsekuensi." Ibunya, seorang penjaga sebelum dirinya, menghilang secara misterius ketika ia masih kecil, meninggalkan Senja dengan kalung kristal dan warisan yang berat.
Senja menghela napas, mencoba menenangkan gejolak di hatinya. Ia tahu, ia tidak bisa membiarkan Bayu mengambil alih. Bayu adalah ancaman, bukan hanya bagi desanya, tetapi juga bagi dirinya sendiri. Ia tahu, Bayu menginginkan kekuatannya, menginginkan kalung kristal yang ia kenakan.
Ia berjalan menuju gubuknya, sebuah bangunan kayu sederhana yang terletak di tepi desa. Di dalamnya, terdapat buku-buku kuno yang ditinggalkan ibunya, buku-buku yang berisi rahasia magis dan sejarah desa Lembah Ashen.
Ia membuka salah satu buku, halaman-halamannya yang usang dipenuhi tulisan tangan yang rumit dan gambar-gambar simbolik. Ia mencari petunjuk tentang kabut, tentang kekuatan magisnya, tentang masa lalu ibunya.
Matanya tertuju pada sebuah gambar, sebuah lukisan kuno yang menggambarkan seorang wanita dengan kalung kristal yang sama seperti miliknya, berdiri di tengah kabut tebal. Di bawah gambar itu, tertulis sebuah kalimat dalam bahasa kuno: "Penjaga kabut, pelindung dan penghancur."
Senja merinding. Ia tahu, gambar itu adalah ibunya, dan kalimat itu adalah ramalan tentang dirinya. Ia adalah penjaga kabut, tetapi ia juga memiliki kekuatan untuk menghancurkannya.
Ia menutup buku itu, hatinya dipenuhi ketakutan dan kebingungan. Ia tahu, ia harus mencari tahu lebih banyak tentang kabut, tentang masa lalu ibunya, tentang rahasia yang tersembunyi di balik desa Lembah Ashen.
Ia mengambil keputusan. Ia akan meninggalkan desa, mencari jawaban di luar sana, di dunia yang tersembunyi di balik kabut. Ia tahu, ini adalah keputusan yang berbahaya, tetapi ia tidak punya pilihan lain.
Ia mengambil tasnya, memasukkan beberapa buku, makanan, dan kalung kristal ibunya. Ia menulis surat untuk Pak Tua Elias, menjelaskan keputusannya dan berjanji akan kembali ketika ia menemukan jawaban.
Ia keluar dari gubuknya, melangkah ke dalam kabut yang dingin dan gelap. Ia tahu, perjalanannya akan panjang dan berbahaya, tetapi ia tidak akan menyerah. Ia akan menemukan kebenaran, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Kabut itu menyelimutinya, menelan dirinya dan desanya. Ia berjalan ke depan, menuju kegelapan, menuju takdirnya.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.