Bisikan itu bukan lagi sekadar suara, melainkan cengkeraman dingin yang merayap di benak Senja, mencoba merenggut cahaya terakhir dari jiwanya. Tarikan dari makhluk raksasa itu terasa seperti pusaran kegelapan yang siap menelannya, menjanjikan kekuatan tak terbayangkan dengan harga keabadian dalam kegelapan. Namun, di tengah badai itu, secercah harapan muncul, kilatan cahaya putih di mata merah makhluk itu, memicu keraguan yang membakar di benak Senja.
Di tengah badai debu dan angin yang mengamuk, cahaya putih tongkat Senja berdenyut lemah, seolah ragu menghadapi kegelapan di hadapannya. Ia menatap mata merah makhluk itu, menemukan secercah cahaya yang bertentangan dengan raungan kebencian yang menggema.
"Senja... menyerahlah..." bisik suara-suara itu, kini terdengar seperti paduan jiwa-jiwa tersiksa, "Kekuatan abadi menantimu, lepaskan cahaya rapuhmu."
Senja menggeleng, menepis bisikan itu dengan sisa tekadnya. "Tidak," bisiknya, suaranya serak namun penuh keyakinan, "Cahaya ini akan melawan, sampai akhir."
Bayu, dengan luka di sekujur tubuh, meraih tangan Senja, genggamannya lemah namun penuh dukungan. "Jangan biarkan mereka menang, Senja. Kita harus bertahan."
Keraguan mencengkeram hati Senja. Kilatan cahaya di mata makhluk itu, kesedihan yang tak terkatakan, membuatnya bertanya-tanya. Apakah kegelapan ini benar-benar musuh yang harus dihancurkan?
"Ada sesuatu yang salah," gumam Senja, matanya terpaku pada mata merah itu. "Aku merasakan... kesedihan."
Bayu menatapnya dengan cemas. "Senja, ini jebakan! Kita harus pergi!"
Namun, Senja melepaskan genggaman Bayu, melangkah maju, mendekati makhluk raksasa itu. Cahaya putih tongkatnya berdenyut semakin kuat, seolah merespons keraguannya.
"Tunjukkan padaku," bisiknya, suaranya bergetar, "Kebenaran di balik kegelapan ini."
Cahaya putih itu menyinari mata merah makhluk itu, dan untuk sesaat, kegelapan itu surut, memperlihatkan gambaran mengerikan: kehancuran dunia, keputusasaan abadi, dan dirinya sendiri, tenggelam dalam kegelapan.
"Tidak!" teriak Senja, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi!"
Dengan sisa kekuatan, ia memanggil cahaya suci, ledakan energi putih yang menyinari lembah, mengusir kegelapan yang menyelimuti.
Makhluk raksasa itu meraung kesakitan, tubuhnya bergetar hebat, mencoba melawan cahaya yang membakarnya. Senja merasakan energi gelap mencoba menariknya, membisikkan janji kekuatan dan kekuasaan.
Di tengah cahaya suci yang menyilaukan, Senja berdiri tegak, melawan tarikan kegelapan yang mencoba merenggutnya. Namun, saat cahaya itu memudar, ia melihat sesuatu yang aneh: bayangan gelap mulai terbentuk di sekelilingnya, bukan dari makhluk raksasa itu, melainkan dari dirinya sendiri. Dan di tengah raungan makhluk itu, ia mendengar bisikan yang lebih jelas, bukan lagi suara-suara asing, melainkan suara yang sangat familiar, suara yang membuatnya meragukan identitasnya sendiri.
Bisikan itu bukan lagi sekadar suara, melainkan cengkeraman dingin yang merayap di benak Senja, mencoba merenggut cahaya terakhir dari jiwanya. Tarikan dari makhluk raksasa itu terasa seperti pusaran kegelapan yang siap menelannya, menjanjikan kekuatan tak terbayangkan dengan harga keabadian dalam kegelapan. Namun, di tengah badai itu, secercah harapan muncul, kilatan cahaya putih di mata merah makhluk itu, memicu keraguan yang membakar di benak Senja.
Di tengah cahaya suci yang menyilaukan, Senja berdiri tegak, melawan tarikan kegelapan yang mencoba merenggutnya. Namun, saat cahaya itu memudar, ia melihat sesuatu yang aneh: bayangan gelap mulai terbentuk di sekelilingnya, bukan dari makhluk raksasa itu, melainkan dari dirinya sendiri. Dan di tengah raungan makhluk itu, ia mendengar bisikan yang lebih jelas, bukan lagi suara-suara asing, melainkan suara yang sangat familiar, suara yang membuatnya meragukan identitasnya sendiri.
"Senja... kau adalah kami," bisik suara itu, terdengar seperti gema dari masa lalu yang terlupakan. "Lepaskan topeng cahaya itu, dan terima takdirmu."
Senja terdiam, matanya melebar karena terkejut. Suara itu... suara itu seperti suara ibunya, suara yang telah lama hilang ditelan kegelapan. Ia merasakan keraguan merayap di hatinya, keraguan yang lebih kuat dari rasa takutnya.
"Tidak... itu tidak mungkin," bisik Senja, suaranya bergetar. "Ibu...?"
Bayu, yang melihat kebingungan di wajah Senja, mendekatinya dengan hati-hati. Ia melihat bayangan gelap yang melingkari Senja, dan merasakan aura kegelapan yang menguar dari sana.
"Senja, jangan dengarkan mereka!" seru Bayu, suaranya penuh kekhawatiran. "Mereka mencoba mengendalikanmu!"
Namun, Senja tidak mendengarkan. Ia terpaku pada bayangan gelap itu, mencoba memahami apa yang terjadi. Ia merasakan tarikan yang kuat, tarikan yang bukan hanya berasal dari makhluk raksasa itu, tetapi juga dari dalam dirinya sendiri.
"Siapa... siapa kalian?" tanya Senja, suaranya bergetar, matanya memancarkan ketakutan dan kerinduan yang bercampur menjadi satu.
"Kami adalah bagian darimu, Senja," bisik suara itu, terdengar seperti desahan angin malam yang dingin. "Bagian yang kau sembunyikan, bagian yang kau tolak. Kami adalah kegelapanmu."
Senja menggelengkan kepalanya, mencoba menepis suara itu. Ia tidak ingin percaya, ia tidak ingin menerima kegelapan itu. Ia adalah cahaya, bukan kegelapan.
"Tidak! Aku bukan bagian dari kegelapan!" teriak Senja, suaranya penuh penolakan.
Namun, semakin ia menolak, semakin kuat suara itu terdengar. Suara itu merayap di benaknya, menggoda dengan janji kekuatan dan kekuasaan.
"Kau salah, Senja," bisik suara itu, terdengar seperti bisikan kematian yang dingin. "Kau adalah keturunan penjaga kabut, penguasa kegelapan dan cahaya. Kau tidak bisa melarikan diri dari takdirmu."
Senja merasakan kegelapan merayap di dalam dirinya, mencoba mengambil alih, mencoba mengubahnya menjadi sesuatu yang lain. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang mampu menghancurkan segalanya.
"Tidak... aku tidak akan menyerah," bisik Senja, suaranya bergetar, tetapi penuh tekad. "Aku akan melawan kegelapan ini, meskipun aku harus melawan diriku sendiri."
Ia mengangkat tongkat sihirnya, mengarahkan cahaya putih ke arah bayangan gelap itu. Ia mencoba memanggil cahaya suci, cahaya yang mampu mengusir kegelapan.
"Pergilah!" teriak Senja, suaranya penuh kemarahan. "Aku bukan bagian dari kalian!"
Cahaya putih itu menyinari bayangan gelap itu, dan untuk sesaat, bayangan itu bergetar dan meredup. Namun, bayangan itu tidak menghilang. Sebaliknya, bayangan itu semakin kuat, semakin gelap, semakin mengancam.
"Kau tidak bisa mengalahkan kami, Senja," bisik suara itu, terdengar seperti tawa iblis yang dingin. "Kami adalah bagian darimu, dan kami akan selalu ada di sini."
Bayangan gelap itu melesat maju, menyerang Senja dengan kecepatan yang luar biasa. Senja mencoba menghindar, tetapi bayangan itu terlalu cepat. Bayangan itu menembus perisai cahayanya, menyentuh kulitnya.
"Argh!" Senja meringis kesakitan, merasakan energi gelap merayap di tubuhnya, membakar jiwanya.
Ia terjatuh ke tanah, tongkat sihirnya terlepas dari tangannya. Ia merasakan kegelapan menguasai dirinya, menariknya ke dalam jurang keputusasaan.
"Senja!" teriak Bayu, mencoba meraihnya.
Namun, sebelum Bayu bisa mencapai Senja, makhluk raksasa itu menyerang. Ia mengayunkan cakarnya yang besar, menghantam Bayu dengan kekuatan yang luar biasa.
"Argh!" Bayu terlempar ke belakang, menghantam dinding gua dengan keras. Ia merasakan tulang-tulangnya patah, napasnya tercekat.
Ia melihat Senja terbaring di tanah, dikelilingi oleh bayangan gelap. Ia melihat mata Senja bersinar dengan cahaya merah yang mengerikan, cahaya yang sama dengan mata makhluk raksasa itu.
"Senja..." bisik Bayu, suaranya hampir tak terdengar. "Jangan... jangan menyerah..."
Di tengah kegelapan yang menyelimuti gua, dengan mata merah Senja yang bersinar mengerikan, dan Bayu yang terbaring lemah, makhluk raksasa itu berdiri tegak, matanya memancarkan kemenangan. Dan di tengah raungannya yang menggema, ia mendengar bisikan samar, bisikan yang bukan berasal dari makhluk raksasa itu, melainkan dari Senja sendiri, bisikan yang membuatnya meragukan segalanya, bisikan yang mengatakan bahwa pertempuran ini belum berakhir, bahwa kegelapan belum menang.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.