"Nggak harus ngasih bunga kok, ngasih helm dan jaket juga udah bikin seneng!"
~Sunarti~
______________________________________________________________________
***
Starla mengibaskan rambutnya yang sedikit basah akibat menerobos rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi. Sesekali ia mengusap wajahnya yang terasa dingin.
"Sorry ya, Tar. Gue nggak bisa nemenin sampai jemputan lo dateng!" sesal Bella. Mereka berdua sedang berada di pos Satpam.
"Iya, nggak apa-apa. Kamu pulang aja."
"Terus lo gimana?" Tanya Bella.
"Gampanglah, kamu tenang aja."
"Yaudah deh. Oh iya, ini Jaketnya kak Barra tadi lo belum sempet ngasih."
"Ah, iya. Makasih Bel."
"Kalau gitu gue pulang dulu yah, Tar. Lo hati-hati soalnya hujannya makin deres, takutnya lo sakit."
Starla tersenyum. Perhatian kecil seperti ini dari Bella memberikan kebahagiaan tersendiri dihati Starla. Ia bahagia memiliki teman seperti Bella.
"Iya. ya udah kamu masuk gih ke mobil!"
Bella mengangguk. Lalu berlari pelan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pos Satpam. Ia menurunkan kaca jendela mobilnya lalu melambaikan tangan pada Starla yang dibalas dengan lambaian tangan yang sama dari gadis itu.
Sebenarnya Bella ingin mengantar Starla, tapi gadis itu menolak. Alasannya, Starla tidak ingin merepotkan Bella.
***
Starla beberapa kali mengusap kedua tangannya. Udara yang begitu dingin sangat terasa hingga menusuk tulang-tulangnya. Sesekali ia juga meniup tangannya agar terasa lebih hangat.
Starla mengambil ponsel miliknya didalam tas. ia akhirnya memutuskan untuk memesan taksi yang seharusnya memang sudah sejak tadi ia lakukan. Tapi apa boleh buat kejadian kurang mengenakkan yang di alaminya beberapa hari yang lalu masih membekas di pikirannya, itu sebabnya ia membutuhkan waktu cukup lama untuk berpikir.
Baru saja ia menyalakan ponsel nya, namun tanpa ia duga ponsel miliknya tiba-tiba mati. "Yah, kok mati sih. Ayo dong nyala." Desak Starla. berusaha memencet tombol ON yang ada di ponselnya dengan harapan jika ponsel miliknya itu masih bisa dinyalakan.
"Kenapa harus mati sekarang sih! kenapa nggak nanti aja?" Sesal Starla. Ia membuang nafas berat, menyerah dengan keadaan ponselnya yang benar-benar sudah tidak bisa diajak kompromi.
Ditengah keputusasaan yang sudah melandanya, Starla hanya bisa memandangi langit yang terlihat gelap akibat hujan. Ia berharap, Hujan segera reda sehingga ia bisa pulang lebih cepat.
Tidak lama kemudian terdengar deru mesin motor yang berhenti tepat dihadapan Starla. Starla mengalihkan pandangannya dari langit lalu menatap seseorang yang berada diatas motor.
"Lo naik, biar Gue anter." kata Barra sedikit berteriak karena hujan yang cukup deras.
Starla menggeleng. "Nggak usah kak."
"Emangnya lo mau sampai kapan disitu? Yang lain udah pada pulang, Lo nggak lihat sekolah udah sepi."
Starla memandang kesegala arah dan benar saja ia tidak menemukan siswa ataupun siswi yang masih berkeliaran disekitar sekolah.
Barra turun dari motornya. Ia melepaskan Helmnya lalu mendekat kearah Starla yang masih terlihat bingung.
"Nggak usah banyak mikir, keburu hujannya makin deras." Barra menarik pergelangan tangan Starla tapi ditahan oleh gadis itu.
"Bentar kak." Sahut Starla. Barra berbalik. Dari raut wajahnya ia seolah mengatakan 'Ada Apa?'
"Ini jaket kak Barra yang waktu itu kakak pinjamin ke aku. Maaf, baru bisa ngembaliin sekarang."
Barra melirik kantongan yang dipegang Starla lalu mengambilnya. Ia membuka kantongan itu dan mengeluarkan jaketnya dari sana.
"Lepas tas lo!" Kata Barra.
"Buat Apa?"
"Bisa nggak sih lo nurut aja." Desis Barra.
Starla menggembungkan kedua pipinya tapi tak urung jua ia kemudian melepaskan tas ransel miliknya. ia memperhatikan Barra yang membuka lipatan jaketnya lalu membawanya ke belakang punggung Starla.
"Eh, kak Barra mau ngapain?" Kata Starla panik. Bagaimana tidak, Barra seperti ingin memeluknya. Bukan Starla terlalu percaya diri, tapi kedekatan mereka sekarang memang terlihat seperti itu.
"Jangan mikir yang aneh-aneh. Gue juga nggak bakal meluk lo kok."
Starla menatap Barra tidak percaya. Bisa-bisanya Barra begitu frontal mengatakan hal-hal yang justru membuat Starla merasa malu.
"Pake jaketnya."
"Tapi kak Barra gimana?"
"Gue udah terlanjur basah ya sudah basah sekalian."
"Udah kayak lirik lagu aja." kekeh Starla. Barra menaikkan sebelah alisnya. Memangnya ada yang lucu dengan ucapannya tadi?
Barra mengambil helmnya yang ada diatas motor lalu kembali lagi menghampiri Starla. Dengan tanpa basa-basi Barra lalu memakaikan helmnya pada Starla yang membuat Gadis itu tersentak kaget.
"Loh, kok kak Barra malah.."
"Udah, nggak usah banyak Protes. Sekarang kita pulang."
"Tapi kak.."
"Lo nggak lihat apa. Seragam gue basah semua. lo nggak kasihan lihat gue kedinginan?"
"siapa suruh ngasih jaket sama helmnya ke aku? kan, Aku nggak minta!" Cibir Starla.
Barra menatap Starla tajam yang akhirnya membuat gadis itu menunduk takut.
Dalam perjalanan pulang entah kenapa hujan tiba-tiba saja mulai mereda dan hanya menyisakan rintik-rintik kecil.
"Kak?" Panggil Starla
"Hmm."
"Kak Azka pernah bilang katanya dia titip makasih buat kak Barra karena udah nolongin aku waktu itu!"
"sama-sama." Jawab Barra. Lalu kemudia keduaya kembali terdiam.
Jujur saja Starla paling tidak suka dengan situasi seperti sekarang. ia lebih senang dengan situasi yang lebih mencair seperti terakhir kali Barra mengantarnya pulang. Walaupun pada saat perjalanan pulang dari rumah Bella waktu itu, perjalanan mereka harus diwarnai dengan perdebatan-perdebatan kecil.
"Starla?" Panggil Barra.
"Iya?"
"Gue boleh nanya nggak?"
Starla menaikkan sebelah alisnya. "Ya bolehlah, Kak Barra mau nanya apa?"
"Lo tinggal sama siapa aja dirumah?" Tanya Barra.
"Bunda sama kak Azka."
"Oh." Barra kembali terdiam. seakan obrolan yang mereka lakukan sebelumnya hanya angin lalu.
"Kak?" Panggil Starla.
"Kenapa?"
"Makasih."
"Makasih karena gue nganterin lo pulang? Padahal Kita aja belum sampai dirumah lo, tapi Lo nya udah bilang makasih."
"Bukan. Bukan karena itu." Barra memelankan laju motornya.
"Terus?"
"Makasih karena udah nolongin aku tadi di sekolah."
"Bukannya lo nggak mau ditolongin sama gue?" Sindir Barra mencoba mengingatkan Starla mengenai ucapannya di ruang UKS tadi.
"Bukan gitu, kak Barra kok jadi salah paham sih."
"Ya udah kalau gitu jelasin ke gue supaya gue nggak salah paham."
Starla membuang nafas pelan. "Aku nggak mau kalau gara-gara aku, orang lain jadi terluka, makaya tadi aku bilang gitu."
"Oh, cuman karena itu? Gue kira ada hal lain."
"heh?"
"Udah, kita udah sampai." Barra menghentikan laju motornya. Ia menoleh ke belakang, menatap Starla yang masih belum juga turun dari motornya.
"Sampai kapan Lo mau disitu?"
Starla tersadar, ia lalu turun dari motor Barra dengan cepat kemudian barjalan terburu-buru ke teras rumah. Tapi sebelum sempat ia membuka pintu, panggilan Barra menghentikan langkahnya.
Starla menoleh "Kenapa kak?"
Barra menunjuk Starla lalu menunjuk kepalanya sendiri. Tapi sepertinya Starla tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Barra sehingga membuat Barra memutuskan turun dari motor dan menghampiri Starla yang masih berdiri mematung.
"Helm gue." Kata Barra lalu melepaskan perlahan helm yang dipakai Starla.
Entah kenapa tindakan Barra barusan justru membuat wajah Starla memerah. Entah karena dia malu karena lupa melepaskan helm Barra atau ada hal lainnya yang justru mebuatnya sampai seperti itu.
"Maaf." bisik Starla pelan lalu berbalik dan berjalan terburu-buru untuk masuk ke dalam rumah, tapi lagi-lagi panggilan Barra membuat Starla menghentikan langkah kakinya. dan untuk kedua kalinya Starla berbalik, lalu menatap Barra yang berjalan mendekatinya.
"kenapa kak?"
"Tadi katanya mau ngembaliin jaket gue! tapi kok sekarang nggak dilepas?"
"Heh?" Barra menggeleng melihat reaksi yang ditunjukkan Starla.
"Atau lo mau gue yang bukain jaketnya?" Tanya Barra. Starla langsung tersadar dan melepaskan jaket milik Barra.
Starla meringis pelan benar-benar merasa malu. dengan sisa kepercayaan diri yang dimilikinya, Starla lalu berbalik dan semakin mempercepat langkah kakinya dan saat ia sudah sampai di depan pintu, panggilan Barra lagi-lagi menghentikan Starla.
Tanpa berbalik Starla kemudian menunggu apa yang ingin dikatakan Barra. karena jujur saja Starla sudah sangat malu akibat kecerobohannya barusan, jangan lagi ia melakukan kesalahan yang membuatnya semakin malu dan tidak berani menatap Barra.
"Salamin sama Bunda yah!" Ucap Barra lalu berbalik menuju motornya.
Starla terdiam sejenak ditempatnya. Dalam benaknya ia bertanya-tanya. Apa maksud Barra memanggil Ibunya dengan sebutan Bunda? Bukankah seharusnya Barra memanggil Ibunya dengan sebutan tante?.
***
Starla membolak balik ponselnya tak menentu. Perkataan Barra membuat Starla jadi kepikiran dan semakin merasa penasaran dengan Barra. dan akibat dari rasa penasarannya itu Starla akhirnya mencoba membuka beberapa akun sosial media miliknya yang sudah sejak lama tidak pernah dibukanya. Starla memang tidak seperti remaja-remaja pada umumnya yang begitu aktif dangan sosial media, bahkan sebisa mungkin ia membatasi diri untuk tidak terlalu terjerumus dengan sosial media. Apalagi sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa sosial media itu tidak hanya berdampak baik tapi juga bisa berdampak buruk bagi penggunanya. Meskipun semua itu Tergantung dari siapa yang menggunakannya dan untuk tujuan apa, tapi Starla tetap berusaha untuk tidak terlalu aktif, hanya sesekali jika itu memang penting.
Seperti sekarang, ketika Starla merasa penasaran dengan kehidupan Barra dan bagaimana sosok Barra yang sesungguhnya.
Starla mulai mengetik nama lengkap Barra di ponselnya. Memang ada begitu banyak nama yang mirip dengan nama Barra tapi kebanyakan dari nama itu menggunakan huruf yang menurut Starla sangat berlebihan misalnya saja Barraaa Dyazz Honggono atau Barraa Diiiazz Hanggonooo dan masih banyak lagi. Tapi dari semua nama-nama yang ditemui Starla tidak satupun yang menurutnya adalah akun Barra. Karena selama beberapa hari mengenal Barra. starla cukup tahu bahwa laki-laki seperti Barra bukanlah laki-laki yang akan memberikan nama akun sosial medianya se-lebay itu.
Merasa putus asa karena tidak menemukan akun Barra di semua sosial media yang dibukanya, Starla akhirnya memutuskan untuk berbaring. Ia harus menahan rasa penasarannya tentang Barra sampai Starla menemukan nama akun sosial media yang digunakan laki-laki itu.
***
Pagi ini Starla datang lebih awal dari biasanya. Entah kenapa ia menjadi semangat sekali ke sekolah.
Starla melirik kekanan dan kekiri, sejak tadi ia terus saja mengawasi setiap motor yang datang. Entah apa yang sedang dicarinya di tempat parkir?
"Der, tumben Barra belum dateng. Lo telfon gih. Tanya, dia udah dimana sekarang?" saran Yoga. Derry merogoh ponselnya di saku celana lalu mencari nama Barra.
Setelah beberapa saat Derry menelfon, akhirnya terdengar nada sambung dari sebrang.
"Udah tersambung." Kata Derry. Yoga dan Alam menunggu dengan sabar.
Tapi hingga panggilan terputus, Barra tidak juga mengangkat ponselnya.
"Kenapa?" Tanya Alam.
"Nggak diangkat."
"mungkin lagi di motor kali makanya nggak denger." Tebak Yoga. Derry dan Alam mengangguk setuju.
Ketiganya berjalan meninggalkan tempat parkir. Sedangkan Starla yang sejak tadi mendengar percakapan mereka hanya terdiam ditempatnya. Pikirannya berkecamuk. Berbagai macam pertanyaan muncul dibenaknya.
Kenapa Barra tidak mengangkat telfonnya?
Apa benar ia sedang mengendarai motor?
Atau mungkin telah terjadi sesuatu padanya dan tidak ada yang tahu?
Starla menggeleng pelan, ia tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri. Lagian kenapa ia menjadi sekhawatir ini? padahal Barra bukanlah siapa-siapanya. Barra hanyalah orang asing yang beberapa hari ini selalu datang diwaktu yang tepat ketika Starla sedang ada masalah.
Setidaknya pemikiran itu yang ditanamkan Starla dalam pikirannya.
Tapi masalahnya adalah apakah Barra benar-benar hanya orang asing bagi Starla?
"Tar, Lo ngapain disini?" tanya Bella yang baru tiba disekolah.
Starla menggeleng. "Nggak kok, nggak ngapa-ngapain."
Bella mengangguk. "Ya udah, kita masuk yuk!" Ajak Bella, dan Starla hanya menurut saja.
Selama pelajaran berlangsung, Starla tidak fokus sama sekali. Ia terus saja memikirkan Barra.
Apakah Barra sudah tiba disekolah atau belum?
"Jadi bagaimana? Apa masih ada yang kurang jelas?" Kata Bu Jessy. Guru Bahasa Inggris yang terkenal dengan sikapnya yang disiplin.
Bu Jessy, memperhatikan setiap siswa yang ada dikelasnya. Hingga pandangannya menemukan sosok Starla yang terlihat melamun.
"Starla." Panggil Bu Jessy. Tatapannya tajam memandang Starla yang ia yakini sejak tadi tidak memperhatikan setiap penjelasan yang ia berikan di depan kelas.
Bella yang mendengar nama Starla disebut mencoba menyadarkan temannya itu. Ia tahu, kali ini Starla akan mendapat masalah. "Tar!" bisik Bella. tapi yang dibisikin masih belum mendengarnya juga.
Bu Jessy yang melihat Starla yang masih belum tersadar dari lamunannya benar-benar marah bahkan setelah teman sebangkunya memberi tahunya, gadis itu masih belum sadar juga. Dengan sedikit berteriak wanita itu kembali memanggil nama Starla.
"STARLA AFRIANI."
"Iya, kenapa kak Barra?" Jawab Starla, ia bahkan langsung berdiri saat menjawab panggilan dari bu Jessy sehingga menjadikan dirinya pusat perhatian di dalam kelas.
Dan setelah mendengar kalimat yang keluar dari bibir Starla, suasana di kelas menjadi sangat riuh. Apalalgi alasannya kalau bukan karena Starla yang tiba-tiba menyebut nama Barra. mereka jelas mengambil kesimpulan bahwa; 'sejak tadi Starla sedang memikirkan Barra'.
Starla memandang sekelilingnya, ia meringis pelan menyadari tindakan yang baru saja dilakukan.
"STARLA." panggil bu Jessy lagi.
Starla lagi-lagi meringis "Iya Bu." Ucapnya menunduk.
"sekarang kamu keluar dari kelas ibu."
"Tapi bu!"
"Ibu tidak bisa mentolerir siswa yang melamun di jam pelajaran ibu Starla. Jadi sekarang kamu keluar dari kelas ibu, dan sebagai hukumannya kamu berdiri di depan tiang bendera sambil hormat. Ibu akan datang menemuimu setelah jam pelajaran ibu selesai."
Starla menoleh kearah Bella, dan Bella hanya menggeleng pelan seakan mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Starla saat ini.
Starla berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar kelas. Teriakan dari teman sekelasnya yang lain membuat Starla benar-benar malu. Jelas saja, karena pasti setelah ini ia akan menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya karena berfikir bahwa Starla menyukai Barra.
Starla berdiri di depan tiang bendera seperti yang dikatakan bu Jessy. Di bawah terik matahari yang semakin membakar kulit, sementara tangannya terangkat menghormati bendera merah putih.
Starla membuang nafas pelan. Entah apa yang akan dikatakan bundanya jika dia tahu, bahwa Starla di hukum di sekolah karena melamun saat jam pelajaran berlangsung.
Suasana di lapangan mulai ramai. Satu persatu siswa dan siswi mulai berhamburan keluar kelas sementara Starla belum bisa meninggalkan tempatnya sebelum bu Jessy datang dan menyudahi hukumannya.
Starla menatap sekelilingnya yang mulai memperhatikan dirinya. Starla tahu saat ini ia pasti akan menjadi pusat perhatian dan perbincangan di kalangan sekolah karena hukumannya ini. Tapi Starla berharap jangan sampai saja, orang-orang tahu kalau Starla dihukum karena melamun dan lebih parahnya lagi karena telah menyebut nama Barra. kalau sampai itu terjadi maka Starla tidak tahu lagi akan seperti apa Bully-an yang di dapatkannya dari penggemar Barra nanti.
"Starla." Bu Jessy melangkah menghampiri Starla.
"Iya Bu."
"Hukuman kamu sudah selesai."
Starla menurunkan tangannya yang terasa pegal lalu menghadap bu Jessy.
"Ibu harap kejadian ini tidak akan terulang lagi Starla. Dan Ibu berharap kamu bisa mengambil hikmah dari hukuman yang kamu jalani hari ini." Nasehat bu Jessy.
"Iya Bu. Sekali lagi saya minta maaf. Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi."
"Baiklah, kamu Boleh pergi." Starla mengangguk kemudian berjalan menuju kelasnya.
Lagi-lagi di tengah perjalanan ke kelasnya Starla harus mendengar bisik-bisik orang-orang yang membicarakan tentang dirinya yang dihukum. Tapi Starla tidak ingin menanggapi, ia berusaha untuk menulikan telinga. Rasanya ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk mendengar semua bisikan orang-orang tentangnya. Terserah mereka mau berpendapat apa tentang Starla.
Toh, Starla tidak dihidupi oleh mereka, jadi Starla tidak perduli jika mereka memang tidak menyukai dirinya, itu urusan mereka bukan urusan Starla.
Starla mendudukkan tubuhnya di kursi. Ia lalu membaringkan kepalanya di meja dengan lengan yang menutup wajahnya.
Bella yang baru saja kembali dari toilet, menghampiri Starla yang terlihat berantakan.
"Tar, Lo nggak apa-apakan?" Tanya Bella. Starla menggeleng.
"Yaudah, Gue beliin minum sama makanan dulu yah, lo tunggu di sini?" Kata Bella lalu berlari pelan keluar kelas.
Setelah Beberapa menit Bella ke kantin. Gadis itu sudah kembali dengan minuman dan Roti di tangannya. Ia menghampiri Starla yang masih berada dalam posisi yang sama. Duduk dengan kepala tertidur di meja.
"Tar, Lo minum dulu gih, terus makan rotinya." Starla mendongak. Ia memperbaiki posisi duduknya lalu mengambil minuman yang dipegang Bella.
"Makasih Bel."
"Iya. Nih rotinya di makan juga." Bella menyodorkan roti yang ada di tanganya yang langsung di sambut oleh Starla. karena jujur saja, Starla merasa lapar dan haus sekali.
Bella memperhatikan Starla yang memakan rotinya. Ia menatap Starla lalu kembali bersuara.
"Tar, Tadi Lo mikirin Kak Barra yah?" Selidik Bella.
Starla menghentikan makannya, lalu menatap Bella yang terlihat penasaran. "Iya."
"Kenapa?" Starla menggaruk tengkuknya, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Nggak apa-apa sih sebenanya, cuman nggak tahu kenapa kepikiran aja."
Bella mengernyit bingung. Jawaban Starla masih sangat abu-abu menurut Bella. Apa tidak bisa Starla memberikan jawaban yang tidak mebingungkan seperti itu?
"Ya udah deh, Gue ke kantin bentar yah, mau beli makan dulu". Starla mengangguk.
***
Starla keluar dari ruang kelas bersama dengan Bella. Jam pelajaran hari ini sudah selesai dan Semua siswa mulai berhamburan keluar.
"Tar, Gue anter pulang yah. Takutnya lo masih lemes." Usul Bella.
"Nggak Usah Bel, Aku nggak apa-apa kok. Tadi itu cuman karena kepanasan aja."
"Lo yakin?"
"Iya. Ya udah Kamu balik Gih."
"Oke gue balik yah!"
Starla memperhatikan Bella yang masuk ke dalam mobil. Ia melangkah keluar dari parkiran halaman sekolah saat melihat mobil Bella sudah berangkat.
Bersamaan saat Starla keluar, tanpa sengaja Ia melihat Derry, Alam dan juga Yoga sedang berada tidak jauh darinya.
Tanpa menunggu lagi Starla kemudian mendekati ketiga Sahabat Barra itu.
"Permisi kak." Ucap Starla.
Derry, Alam dan Yoga menatap Starla bersamaan. "Iya." jawab Derry.
"Temennya Kak Barra kan?"
Derry menatap Starla dari ujung kaki sampai ujung kepala kemudian menatap Yoga dan Alam bergantian.
"Iya. Kenapa?"
"Emm.. Tadi Kak Barranya masuk sekolah nggak?" Tanya Starla lagi
"Dia nggak masuk."
"Kenapa?" seru Starla. Dan ia tidak bisa menyembunyilan rasa penasarannya itu.
"Dia lagi sakit, katanya kemarin kehujanan."
"Kehujanan?"
"Iya."
"Terus, keadaan kak Barra Gimana?"
Derry kembali mengamati Starla yang terlihat Khawatir. Ia tersenyum tipis sebelum kembali menjawab.
"Parah. Dia nggak bisa bangun dari tempat tidur. Tadi aja dia nelfon, katanya dia laper tapi nggak bisa kemana-mana. Apalagi nyokap-nya dia lagi nggak di rumah, jadi nggak ada yang jagain dia." Jelas Derry. Laki-laki itu tersenyum tipis melihat ke khawatiran yang tampak begitu nyata dari wajah gadis yang ada dihadapnnya.
"Terus, kakak mau ke rumah kak Barra?"
Derry menatap Yoga dan Alam bergantian sebelum akhirnya kembali menatap Starla.
"Itu dia, Gue sama yang lain lagi pusing banget. Rencananya tadi kita emang mau kesana tapi tiba-tiba nyokap gue nelfon minta di anter ke rumah sakit sekarang. Nah, sedangkan yang dua ini, mereka berdua juga nggak bisa pergi. Yoga, mau jemput Adeknya sedangkan Alam mau nemenin neneknya ngebersihin Gigi palsunya." Kata Derry lagi.
Sedangkan Yoga dan Alam yang mendengar penuturan Derry hanya meringis pelan.
"Terus kalau kalian nggak pergi, Kak Barra gimana?"
"Gue nggak tahu. Kalau kita nggak kesana sekarang, Gue takutnya dia malah mati kelaperan."
"Kakak kok ngomong gitu sih!" seru Starla tidak percaya.
Gadis itu benar-benar khawatir dengan keadaan Barra. Bagaiamana tidak, karena dirinyalah Barra jadi seperti sekarang. seandainya saja Barra tidak meminjamkan helm dan juga jaketnya kemarin pada Starla pasti kejadian seperti ini tidak akan terjadi.
Pasti Barra tidak akan sakit.
"Yah abis mau gimana lagi. Gue sama yang lain juga nggak tahu harus ngelakuin apa?" Ucap Derry dengan wajah yang begitu putus asa membuat Yoga dan juga Alam yang melihat ekspresinya lagi-lagi meringis.
Starla meremas kedua tangannya. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Ya udah, dimana alamat kak Barra. biar aku yang kesana bawain dia makanan." Putus Starla akhirnya.
"Lo serius?" Tanya Derry antusias.
Starla mengangguk. Dan itu sukses membuat Derry tersenyum senang.
"Yaudah, bentar Yah gue tulis alamatnya dulu."
Derry membuka tasnya lalu megambil sebuah kertas disana. Ia lalu menuliskan Alamat tempat tinggal Barra. Kemudian menyerahkan kertas itu pada Starla.
"Nih, Alamatnya. Barra saat ini tinggal sendiri, jadi kalau misalnya lo udah sampai, Lo masuk aja, soalnya dia nggak bisa bangun dari tempat tidur. Kamarnya ada di lantai Dua, Kamar pertama dari sebelah kanan." Pesan Derry.
Starla mengangguk mengerti.
Derry, Yoga dan Alam melihat kepergian Starla yang sudah masuk ke dalam Taksi. Tawa mereka akhirnya Pecah saat Taksi yang ditumpangi Starla mulai menjauh dari pandangannya.
"Gila ya lo Der, kalau sampai Barra marah gimana?" Tanya Yoga.
"Dia nggak bakal marah, paling cuman ngomel doang. santai aja."
"Sumpah Yah, Gue kasihan banget lihat muka tu cewek. Dia panik banget denger Barra lagi sakit." Timpal Alam.
"Eh tapi, Adik yang mana yang lo bicarain tadi Der? perasaan Gue nggak punya adik!" Tanya Yoga.
"Yaelah Ga, adek-adek'an lo-kan banyak." jawab Derry santai.
"Nah bener tuh." Timpal Alam. "Tapi alasan dia buat gue lebih parah Ga, sejak kapan gue mau nemenin nenek gue ngebersihin Gigi palsunya?"
Tawa Derry pecah. Ia baru menyadari semua Alasan yang diberikannya tadi pada Starla benar-benar tidak masuk akal. jika saja Starla tahu bahwa Yoga tidak memiliki adik dan Alam juga tidak mungkin mau melakukan apa yang dikatakan Oleh Derry. Maka Derry yakin, Starla tidak akan percaya padanya.
"Udah deh, Gue mau balik. Siap-siap aja kita bertiga di omelin sama Barra," Kata Derry. Lalu menyalakan mesin motornya diikuti oleh Yoga dan juga Alam.
***
Starla tiba dihadapan alamat rumah yang dituliskan Derry. Berkali-kali Starla mengamati kertasnya lalu kemudian mengamati Tulisan yang tertulis di tembok pagar.
"Bener kok, ini alamatnya. Tapi apa mungkin rumah segede ini nggak ada siapa-siapa selain kak Barra?" Gumam Starla. Ia lalu membuka pintu pagar itu kemudian berjalan masuk ke dalam rumah yang memiliki halaman yang begitu Luas.
Saat sampai di depan pintu, Starla mencoba memencet Bel, ia bahkan melakukannya berkali-kali. Tapi hingga beberapa saat berlalu tidak ada satupun orang yang datang membukakan puntu untuknya.
Starla kemudian teringat perkataan derry.
'Barra saat ini tinggal sendiri, jadi kalau misalnya lo udah sampai, lo masuk aja, soalnya dia nggak bisa bangun dari tempat tidur.'
Starla memegang hendel pintu. Dengan ragu-ragu ia lalu membuka pintu rumah Barra. Hal pertama yang dilihat Starla saat masuk ke dalam rumah Barra adalah ruang tamu yang begitu Luas. Starla juga menemukan bingkai foto Barra bersama dengan seorang wanita paruhbaya.
Starla melirik kesegala arah. Rumah sebesar ini, Tapi tidak memiliki asisten rumah tangga? Tidak mungkin. Pikir Starla.
Ia lalu berjalan ke lantai atas menuju kamar Barra yang seperti dikatakan oleh Derry bahwa kamar Barra berada di lantai Dua sebelah kanan, kamar pertama dari arah tangga.
Starla mengetuk pintu kamar Barra. meskipun Derry mengatakan bahwa Barra tidak bisa bangun dari tempat tidur tapi bukan berarti Barra tidak bisa menjawab panggilannya kan?
Lagian Starla tidak mungkin masuk sebelum mengetuk pintu.
"Permisi. Kak Barra ada di dalam?" Panggil Starla. Dan ia melakukan hal itu hingga beberapa kali.
Starla menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan, ia lalu memegang hendel pintu dan menekan hendel itu kebawah. Perlahan pintu mulai terbuka dan Starla sedikit mengintip dari balik pintu sebelum ia masuk ke kamar Barra.
Melihat kamar Barra yang kosong, membuat Starla membuka pintu kamar itu lebar-lebar. Ia lalu berdiri tegak kemudian mengamati setiap sudut kamar Barra. tidak banyak barang-barang dikamar Barra. hanya ada gitar dan beberapa poster yang menempel di dinding kamarnya. Di dalam juga cuman ada Satu lemari sehingga membuat kamar itu terlihat begitu luas.
Starla semakin melangkah masuk, ia kembali mengamati setiap sudut ruangan Barra.
"Kak Barra?" panggil Starla. Tapi lagi-lagi ia tidak mendapatkan jawaban dari panggilannya seperti sebelum-sebelumnya.
Starla mendekat ke arah kamar mandi. Samar, ia sempat mendengar suara gemericik air dari dalam sana. Merasa penasaran, Starla lalu mendekatkan telinganya kepintu kamar mandi dan..
CEKLEK..
Pintu kamar mandi terbuka, dan Starla tidak bisa menjaga keseimbangannya. Ia terjatuh menimpa seseorang yang baru saja ingin keluar dari kamar mandi.
Starla menatap seseorang yang kini berbaring dibawahnya. Pandangannya menatap orang itu yang terkejut melihat kedatangan Starla.
Starla beralih menatap tangannya yang berada di d**a bidang laki-laki itu. Kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit laki-laki itu.
"Bangun, Lo berat." Kata Laki-laki itu yang tidak lain adalah Barra.
Starla tersadar dari lamunannya. Dengan terburu-buru ia kemudian bangkit dari tubuh Barra dan tanpa sengaja lututnya justru menekan 'sesuatu' berharga milik Barra sehingga membuat laki-laki itu meringis sakit.
Starla terkejut. Ia lalu bangkit dengan cepat "Kak Barra nggak apa-apa?" Tanya Starla khawatir karena Barra terus saja memegangi bagian selangkangannya.
"Lo mau bunuh gue yah? ini sakit banget." Ringis Barra.
Starla semakin terkejut. "Maaf. Sini, biar aku lihat Kak." Barra melotot.
Apa Starla baru saja mengatakan bahwa dia ingin melihatnya?
"Lo gila yah?"
"Heh?"
"Ahh.. Starla.. lo kenapa sih polos banget." Teriak Barra geram.
"Apa?"
"Lo bilang Mau lihat punya gue?"
"Punya kak Barra?" Starla menatap Barra kemudian menatap Tangan barra yang masih memegangi selangkangannya. Hingga akhirnya gadis itu melotot, saat ia menyadari kebodohan yang baru saja dilakukannya.
Starla menutup wajahnya sebelum akhirnya ia berbalik dan berlari keluar dari kamar Barra meninggalkan makanan yang sempat di bawahnya tadi di atas nakas.
Rasanya Starla ingin menenggelamkan dirinya di dasar bumi saja. Bisa-bisanya ia begitu bodoh dan mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Barra utuk kesekian kalinya.
Entah bagaimana cara Starla menghadapi Barra nanti. Atau kalau bisa Starla tidak usah bertemu dengan Barra lagi. Karena ia tidak akan sanggup untuk melupakan kejadian memalukan hari ini di kamar Barra.
Ya Tuhan, Mau ditaruh dimana muka Starla sekarang?
TBC...
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.