"Cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri"
~TereLiye~
***
Pandangan Starla tak pernah lepas dari Barra yang hanya diam sejak tadi. laki-laki itu hanya memperhatikan Willy dan juga Azka yang sedang mengobrol. sesekali ia menimpali obrolan keduanya sebelum akhirnya Barra kembali diam.
Starla bisa menjamin bahwa sejak ia duduk di sofa, Barra sama sekali tidak pernah menatapnya dan entah kenapa perasaan kecewa tiba-tiba menyeruak dari dalam hatinya. Terlebih menyadari kenyataan bahwa saat ini Barra mengabaikan kehadirannya.
Membuang nafas pelan, Starla lalu berdiri dari tempatnya yang berada disamping Azka sedangkan Barra dan Willy sendiri berada di Sofa yang berbeda yang terletak dihadapan dan disamping Starla.
Starla cukup memuji Barra dan juga Willy yang sama-sama bisa mengakrabkan diri dihadapan kakaknya. Karena setelah kejadian di ruang BK waktu itu Starla cukup tahu bahwa hubungan keduanya tidaklah baik.
"Aku ambilkan minum dulu." Kata Starla. Tapi sebelum kakinya melangkah, pergerakan yang dilakukan Barra membuat ia menoleh secara refleks. Ia melihat laki-laki itu menatap Azka yang mendongak menatapnya.
"Gue balik duluan, kak!"
"Tapi, kan lo belum ngobrol sama Starla. Tadi lo kesini mau ngobrol sama dia, kan?!"
Starla menatap Barra saat namanya disebut Oleh kakaknya, tapi lagi-lagi Gadis itu harus menerima kenyataan bahwa Barra saat ini tidak ingin menatap dirinya.
"lain kali aja. Gue balik dulu."
Dan Barra benar-benar melangkahkan kakinya menjauh dari ruang tamu starla. Laki-laki itu bahkan tidak ingin repot-repot berbicara pada Starla untuk sekedar mengatakan bahwa ia akan pulang.
Menyadari punggung Barra yang sudah tidak terlihat dari balik pintu membuat Starla berfikir keras, ia gelagapan. Ia merasa harus menjelaskan sesuatu pada Barra meskipun ia sendiri tidak yakin apa yang mengharuskan ia melakukan itu.
"Aku keluar bentar, kak." Ujarnya lalu berlari keluar rumah menghampiri Barra.
Starla meringis pelan, bahkan pada saat datang tadi ia tidak menyadari keberadaan motor Barra yang terparkir indah di pekarangan rumahnya, sebegitu tidak perdulinyakah dia sehingga hal sepenting itu bisa terlewatkan begitu saja?
Deru mesin motor Barra yang terdengar berhasil menyadarkan Starla. Gadis itu segera berlari menghadang motor Barra yang mulai berbelok.
"Kak Barra, Tunggu!" Ucapnya setelah sampai tepat dihadapan motor Barra. dengan pandangan yang menyelidik ia kemudian mencoba membaca bagaimana ekspresi wajah laki-laki itu. Hingga beberapa saat ia terdiam Starla lalu menggeleng. Percuma, ia tidak bisa mengartikan apapun dari ekspresi wajah Barra.
Kembali menatap Barra, Starla kemudian menurunkan tangannya yang sempat direntangkannya. Ia berjalan kesamping tubuh Barra yang masih diam dengan seribu bahasa di atas motor.
"Kak, Aku mau jelasin kalau aku sama kak Willy --- "
"Nggak ada yang perlu lo jelasin. Gue nggak punya hak buat ngelarang lo mau deket sama siapapun yang lo suka."
"Kak---"
"Udaranya dingin, lebih baik lo masuk aja."
Dan Barra langsung melajukan motornya meninggalkan Starla yang masih mematung ditempatnya.
Barra benar, mereka tidak punya hubungan apapun sehingga mengharuskan Starla untuk menjelaskan semuanya. Tapi, kenapa? Ucapan Barra justru seperti sebuah silet yang menyayat hatinya. Starla tahu dia tidak seharusnya merasakan sakit ini, tapi apa yang bisa dilakukannya? hatinya terus saja berkhianat. sekuat apapun Starla mencoba ia tidak akan pernah bisa mengendalikan hatinya.
Hatinya, yang perlahan mulai terbuka, seakan memberikan kesempatan kepada Barra jika memang laki-laki itu ingin menetap disana.
Starla hanya bisa menatap nanar jalanan yang ada dihadapannya. Rasa sesak di dadanya tidak bisa ia cegah. Bahkan ia sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "sebenarnya kak Barra maunya apa? Kenapa kak Barra jadi gini?" Bisiknya lirih bahkan nyaris tak terdengar sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Perasaan Starla benar-benar campur aduk. Sungguh, Starla saat ini tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri, bahkan niatnya yang tadi ingin membuatkan minum untuk ketiga laki-laki yang ada di ruang tamu tadi sebelum Barra pulang seketika sirna tergantikan dengan rasa malas yang luar biasa. Ia bahkan tidak menyadari tatapan menyelidik dari Azka dan juga Willy yang melihat kedatangannya.
"Ada apa?" tanya Azka.
Starla menoleh, ia menatap kedua laki-laki yang menatapnya dengan ekspresi wajah yang sama, penasaran. Tapi Starla sedang tidak ingin mengatakan apapun pada Azka terlebih lagi karena saat ini Willy masih berada diantara mereka, jadi Starla hanya bisa menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Azka.
Sesampainya di kamar, Starla langsung membaringkan tubuhnya. ia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Sesekali gadis itu menekan dadanya yang terasa sesak.
Membuang nafasnya pelan Starla mencoba untuk memejamkan matanya. Ia berharap besok semua akan kembali seperti semula, tidak ada lagi sikap dingin yang ditunjukkan Barra pada dirinya seperti tadi.
Setidaknya harapan itu yang dipanjatkan Starla sesaat sebelum kegelapan menjemputnya. Menariknya kedalam dunia mimpi yang membuat gadis itu tersenyum dalam tidurnya.
***
Hari ini, setelah jam istirahat seluruh siswa berkumpul di lapangan basket tak terkecuali Starla. Bersama dengan Bella gadis itu berada dibarisan paling depan untuk menyaksikan pertandingan basket antara tim Barra dan tim Willy.
Saat ini, hampir semua guru sedang mengikuti rapat. hanya ada beberapa yang masih berada di sekolah, itupun bukanlah guru bidang studi ataupun wali kelas, sehingga para siswa bisa leluasa untuk menyaksikan pertandingan basket yang mendadak ini.
Pemandangan yang ada ditengah-tengah lapangan seperti ini tentu menjadi sesuatu yang membahagiakan untuk para siswa perempuan. Mereka bisa menyaksikan secara gratis pemandangan indah yang ada dihadapan mereka.
Lengan-lengan kokoh, rambut yang acak-acakan disertai dengan keringat yang menetes ditubuh mereka tentu menjadi sesuatu yang cukup membuat para siswi menahan napas sejenak lalu kemudian menelan ludah. terlebih lagi jika diingat bahwa baik dari tim Barra maupun tim Willy, setiap laki-laki itu memiliki pesonanya sendiri.
Pertandingan sudah dimulai, para siswi bersorak sorai memberikan semangat pada tim yang mereka dukung. Begitupun dengan Bella, secara terang-terangan sahabatnya itu mendukung Tim Barra agar bisa memenangkan pertandingan hari ini sedangkan Starla sendiri ia hanya diam menatap Barra yang saat ini sedang mendrible bola, ia bahkan bisa mendengar teriakan histeris dari para siswi ketika Barra berhasil melewati pertahanan Willy dengan begitu mudahnya bahkan Starla juga harus mengakui bahwa apa yang pernah dikatakan Barra padanya saat pulang dari rumah Bella malam itu memang benar adanya bahwa laki-laki itu memang masih terlihat sangat keren ketika sedang berkeringat. bahkan ia juga membenarkan ucapan Barra yang mengatakan bahwa bahkan para perempuan akan antri hanya untuk melap keringatnya.
Teriakan pluit terdengar ketika Barra berhasil memasukkan bola kedalam ring. Laki-laki itu tersenyum puas. Senyum yang mampu melelehkan kaum hawa.
Sesaat, hanya sesaat. pandangan mata Starla dan Barra bertemu, laki-laki itu mengunci pandangan Starla pada satu titik sebelum akhirnya ia memalingkan wajahnya dan kembali melanjutkan pertandingan.
senyum yang terukir di bibir Starla tidak bisa menutupi kesedihan wanita itu. pandangan Barra padanya tadi, tidak seperti ketika Barra memandangnya beberapa hari terakhir ini. pandangan itu seolah tidak menunjukkan apa-apa. Hanya sebuah tatapan yang tidak disengaja.
Dan lagi-lagi, kenyataan itu berhasil menyadarkan Starla bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa untuk seorang Barra Diaz Hanggono.
"Tar, awas!" Teriakan Bella berhasil menyadarkan Starla. Tapi terlambat, bola basket yang melambung kearahStarla berhasil mengenai wajah gadis itu. tubuh Starla limbung kebelakang. Ia bahkan bisa merasakan betapa kerasnya tembok yang membentur bokongnya.
Tatapan orang-orang jatuh pada Starla, ada yang benar-benar kasihan dan ada juga yang tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya melihat Starla yang terkena bola. Mereka bahkan mencibir melihat Starla yang menurut mereka selalu mencoba untuk menarik perhatian orang-orang.
"Apanya yang sakit?"
Starla mendongak menatap Barra yang sudah membungkuk dihadapannya. Memegangi bahu Starla dan menatap gadis itu dengan perasaan sedikit --- 'cemas' mungkin?
"Aku Nggak ap—isshh..." Starla meringis pelan, tulang pipinya terasa sakit pada saat ia membuka mulut, dan hal itu tidak lepas dari pandangan Barra.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Barra lalu meletakkan tangan kanannya dibelakang punggung Starla sedangkan tangan kirinya sendiri berada diantara paha belakang dan betis gadis itu. ia lalu mengangkat tubuh Starla mengabaikan tatapan kagum sekaligus histeris dari para penggemar Barra ketika menyaksikan pemandangan langkah yang ada dihadapan mereka.
Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan bahwa ia rela terkena bola berkali-kali jika pada akhirnya, Barra akan menggendongnya seperti yang dilakukannya pada Starla.
Starla menutup mata, ia bisa merasakan bagaimana tatapan orang-orang seolah ingin menelannya hidup-hidup. Lalu kemudian ia berhasil menguasai dirinya. Membuang rasa cemas yang berkecamuk dipikirannya karena tindakan Barra.
Dan pada akhirnya Starla membuka matanya pelan, menatap Barra yang fokus menatap ke depan. Ekspresi wajah laki-laki itu tidak bisa di baca oleh Starla. Yang bisa ia lihat saat ini, dari posisinya yang masih berada dalam gendongan Barra hanyalah rahang yang begitu kokoh dengan bibir yang sangat pas di wajah Barra disertai dengan hidung yang seperti perosotan TK membingkai begitu sempurna di wajah laki-laki itu.
"Gue tahu kalau gue keren. Tapi, nggak usah mandang gue kayak gitu juga."
Starla termangu. Menyadari jika sejak tadi Barra tidak benar-benar menatap ke depan.
"Kak, turunin aku. Aku bisa jalan sendiri." Protes Starla tapi dengan nada suara yang kecil, sebagai pengalihan dari tindakan terang-terangnya yang tertangkap basah menilai kesempurnaan wajah Barra tadi.
Menyadari Barra sama sekali mengabaikan protesnya membuat starla kembali berkata, "yang sakit itu pipi aku, bukan kaki aku."
Lalu Barra menghentikan langkahnya. Ia menatap Starla yang berada dalam gendongannya lalu membuang nafas pelan. Barra kemudian menurunkan Starla, dan Gadis itu dengan sigap mendaratkan kakinya di lantai. Ia bersyukur karena setidaknya mereka sudah tidak berada di keramaian lagi sehingga Starla tidak perlu mendapati para penggemar Barra menatapnya sengit.
Starla menatap Barra yang masih berdiri dihadapannya lalu kemudian ia merasakan tangan besar Barra yang sudah berada di pipinya. Tatapan Barra begitu dalam menatap matanya, ia juga memberikan elusan pada pipi Starla yang terkena bola tadi sehingga membuat gadis itu refleks memejamkan matanya.
Cukup lama, Starla dan Barra berada dalam posisi seperti itu hingga pada akhirnya salah satu diantara mereka kembali bersuara.
"Apa masih sakit?" Tanya Barra. suaranya dalam tapi begitu lembut, seolah menegaskan pada Starla bahwa laki-laki itu khawatir dengan keadaannya.
Dan dengan cepat Starla membuka matanya. Pipinya tiba-tiba memerah ketika menyadari bahwa ia begitu menikmati elusan tangan Barra hingga membuatnya terpejam.
Starla menggeleng. Rasanya memang sakit tapi tidak sesakit tadi. Sepertinya usapan Barra itu berhasil mengurangi rasa sakitnya.
Barra tersenyum, matanya berkilat memandang Starla yang terlihat malu-malu. Dan dengan santainya, laki-laki itu kemudian berkata; "Jangan bilang rasa sakitnya hilang karena gue?" Goda Barra menaikkan sebelah alisnya membuat Starla kembali merona, ia bahkan menggigit bibir bagian bawahnya karena malu. Membuat Barra merasa gemas sendiri karena sikap malu-malunya itu.
Menatap kembali Barra yang masih tersenyum tipis membuat d**a Starla menghangat. semalam, ia tidak bisa melihat senyum itu. semalam, Barra terlalu mengabaikannya, sehingga membuat gadis itu uring-uringan sendiri.
"Kak?" Panggilnya nyaris berupa bisikan, membuat tatapan mereka kembali terperangkap pada satu titik yang sama sebelum akhirnya Starla menunduk, tidak berani menatap mata yang mampu menyesatkannya itu lebih lama. Jari jemarinya sibuk saling meremas satu sama lain karena rasa gugup yang dirasakannya.
"soal semalam, aku---" Menghentikan kembali ucapannya, Starla lalu menatap barra lagi. Pandangan laki-laki itu masih sama seperti tadi.
"Kak, aku---"
"Gue udah bilangkan nggak ada yang perlu lo jelasin. Apa itu masih kurang jelas!?" seru Barra. ada nada ketidak sukaan dari Barra ketika mengatakan itu.
Tapi kemudian ia membuang nafas pelan. tangannya terulur menyentuh anak rambut Starla yang terlepas dari ikatannya. Ia menyelipkan anak rambut itu dibelakang telinga Starla sebelum akhirnya kembali mengusap pipi Starla yang meninggalkan sedikit bekas memerah karena bola tadi.
Bibir Barra sesekali terbuka sebelum akhirnya kembali menutup. Laki-laki itu seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting pada Starla tapi ia terlihat tidak yakin sehingga kalimat yang ingin dikatakannya pada Starla hanya sampai ditenggorokannya saja.
"pipinya di kompres biar nggak bengkak." dan pada akhirnya hanya kalimat itu yang sanggup di ucapkan Barra.
Starla mengangguk menimbulkan kekehan pelan dari bibir Barra. ia lalu mengacak pelan poni Starla sebelum akhirnya merapikannya kembali.
Tangannya masih berada di pipi Starla, bertengger manis disana. Keduanya kembali diam. Saling menatap satu sama lain. Menelisik wajah yang ada dihadapan mereka. Lalu kemudian Barra memiringkan kepalanya, perlahan tapi pasti wajahnya mulai mendekat, mensejajarkan bibirnya tepat di depan bibir Starla. Dan detik selanjutnya kedua pasang mata itu terpejam disertai dengan bibir mereka yang saling menyatu. Hanya menempel, tapi itu mampu membuat keduanya serasa di atas awan.
Tidak ada yang tahu bahwa ciuman itu adalah ciuman pertama mereka.
TBC...
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.