Shen membalas lumatan bibir Aura, dan juga bergerak membuka pakaian Aura, hingga keduanya sama-sama polos.
Shen yang sudah berhasil meloloskan semua pakaian Aura, langsung membawa Aura ke kamar pribadinya dengan cara menggendongnya, tanpa melepaskan tautan bibirnya, dan Aura sendiri juga tidak sadar kalau dirinya sudah dibawa ke kamar pribadinya.
Shen merebahkan tubuh Aura di ranjangnya, dan langsung menindihnya, dan Aura sendiri juga menikmati permainan bibir Shen, tidak menolak lagi seperti tadi.
Keduanya saling mencari kenikmatan dari permainan bibir mereka, dan Aura tidak segan-segan mengeluarkan desah nikmatnya.
Shen yang sudah tidak tahan langsung bekerja keras untuk mengambil mahkota berharga Aura, membuat Aura menangis karena merasa sakit.
"Bertahan, Sayang. Aku akan melakukannya dengan pelan." Kata Shen dengan penuh kelembutan.
"Tapi sakit, Paman." Kata Aura yang memang merasa seperti bagian intimnya di iris saja.
Shen tersenyum, lalu kembali melumat bibir Aura, memancing gairah Aura, agar Aura tidak merasa Aura, atau bisa mengalihkan rasa sakit Aura, dan tanpa Aura sadari, Shen kembali berusaha memasuki milik Aura, dan dengan refleknya Aura langsung menggigit keras bibir Shen, saat Shen berhasil merobek gawang keperawanan. Shen hanya diam saja saat merasa salivanya asin, yang artinya bibirnya berdarah.
Aura menangis seperti anak kecil karena benar-benar merasa sangat sakit, beda halnya dengan Shen yang justru merasa senang karena ia berhasil menjadi orang yang pertama menyentuh Aura.
"Sakitnya hanya sebentar, Sayang, nanti perlahan semakin sering bermain rasanya semakin nikmat." Bisik Shen yang membuat Aura langsung memukul d**a Shen dengan kuat, dan ternyata Shen malah memainkan miliknya dan mengabaikan rasa yang dirasakan oleh Aura, bahkan mengabaikan teriakan Aura saat Aura meminta berhenti.
Karena Shen berhasil membuktikan ucapannya, yang katanya semakin lama semakin nikmat, akhirnya Aura mulai diam saat merasa tidak begitu sakit, dan justru mulai ada nikmat-nikmatnya, akhirnya Shen semakin mempercepatnya hentakkannya, hingga Shen berhasil membuat Aura mendesah.
Disaat Aura dan Shen sedang bertukar keringat, berbeda halnya dengan Arya dan Elis yang saling bertukar pendapat, dimana Elis menilai Denis bukan pria baik, tapi Arya terus berkata kalau Denis pria paling baik dan paling pas untuk dijadikan seorang menantu dalam keluarganya.
"Mas, untuk menilai orang baik atau tidaknya itu butuh waktu, bukan kenal sehari langsung menyimpulkan kalau orang itu orang baik." Ujar Elis membantah hasil penilaian Arya yang menyatakan kalau Denis itu adalah pria baik, karena menurut Elis Denis itu tidak pantas untuk putrinya.
"Elis, Aku cukup lama mengenal Pak Jimi, dan aku juga mengenal baik sosok pagi jadi kamu tidak perlu merasa khawatir kalau aku salah memilih pasangan untuk Putri kita." Ujar Arya karena memang menurut Arya, cuma Denis yang pantas untuk Aura.
"Mas, yang kamu kenal baik itu adalah papanya, bukan Denis sendiri. Sebelumnya kamu pernah bertemu dengan Denis, atau pernah berkenalan dengan Denis sebelum pertunangannya dilaksanakan? Tidak kan ? Yang kamu kenal baik itu cuma Pak Jimi saja, dan menurutku, papanya baik, belum tentu anaknya ikut baik. "Ujar Elis dan Entah kenapa Elis memang merasa meragukan hasil penilaian Arya, yang menyatakan kalau Denis itu memang pria yang pantas untuk dijadikan sebagai calon menantunya.
"Sudahlah. Aku tidak mau berdebat. Lebih baik sekarang kamu hubungi putrimu dan suruh dia pulang, karena tidak baik orang yang sudah memiliki tunangan berkeliaran bebas." Ujar Arya yang langsung pergi begitu saja, membuat Elis benar-benar merasa sangat kesal karena diabaikan oleh Arya.
Sekalipun Elis kesal pada Arya, Elis tetap menuruti perintah Arya untuk menghubungi Aura.
"Sayang, ada telepon dari Mama kamu," bisik Shen seraya mengecup kening Aura dengan lembut.
Aura yang memang belum tidur dan memejamkan matanya hanya Karena lelah langsung membuka matanya dan mengambil ponselnya yang sudah berada di depannya.
"Halo, Mah!" sapa Aura yang langsung memandang Shen. Shen langsung menyalakan speakernya dan memeluk Aura dari samping.
"Sayang, kamu dimana? Mama jemput ya," ujar Elis yang begitu sangat mengkhawatirkan Aura.
"Tidak perlu jemput, Mah. Bentar lagi aku pulang." Kata Aura yang memang tidak ingin dijemput oleh sang Mama. Selain Aura tidak ingin merepotkan sang Mama, Aura juga tidak ingin sang Mama tahu dimana posisinya berada sekarang.
"Tapi ini sudah malam, Sayang. Mama khawatir kalau kamu pulang sendiri." Ujar Elis yang memang takut terjadi sesuatu dengan Aura.
"Kalau gitu hubungi Paman, suruh jemput aku." Ujar Aura yang membuat Shen langsung menatap Aura dengan tatapan tajamnya, namun Aura hanya menutup mulutnya menahan tawa.
"Baiklah. Nanti Mama suruh Paman mu yang jemput. Beritahu Mama sekarang kamu dimana," kata Elis
"Nanti aku share Lok ke Paman. Hubungi dulu Paman." Ujar Aura dan panggilan pun berakhir.
Tidak berselang lama panggilan berakhir, ponsel Shen berdering, dan ternyata Elis benar-benar menghubungi Shen.
Shen mendesah kasar saat mendapat panggilan masuk dari Elis.
"Paman, angkat." Kata Aura seraya menyenggol lengan Shen, membuat Shen langsung mengambil ponselnya, lalu menunjukan ponselnya pada Aura.
"Aku akan bilang kalau kita baru saja selesai bercinta." Ujar Shen seraya mengangkat tangannya dengan menunjukkan ponselnya pada Aura, membuat kedua bola mata Aura melotot sempurna saat mendengar kalau Shen akan memberitahu mamanya apa yang baru saja terjadi diantara mereka.
"Gak cari mata, Sayang. Tapi, kalau mereka tahu kita bercinta, kita pasti akan langsung dinikahkan." Ujar Shen yang membuat Aura langsung menggelengkan kepalanya cepat.
"Tidak semudah itu, Paman. Kalau memang semudah itu kita bersama, biar aku saja yang ngasih tahu Papa sama Mama." Ujar Aura dengan penuh keyakinan, karena Aura memang merasa yakin kalau pada kenyataannya tidak akan berjalan semudah seperti yang dikatakan oleh Shen.
Shen yang mendengar ucapan Aura langsung mengacak-acak rambut Aura dengan gemas, karena Shen merasa Aura mulai belajar lebih dewasa lagi.
Shen ingin meletakkan ponselnya, namun Shen kembali melihat layar ponselnya saat mendapat notifikasi pesan masuk, yang ternyata pesan masuk tersebut adalah pesan dari Elis, yang menyuruhnya untuk menjemput Aura. Shen hanya melihat pesan masuk tersebut tanpa membalasnya.
Shen dan Aura keluar dari perusahaan dengan gandengan tangan. Terlihat sangat romantis memang, tapi siapapun yang melihatnya, pasti mereka menganggap biasa saja, karena mereka tahu, Shen dan Aura hanya sebatas Paman dan keponakan.
Selama perjalanan pulang ke rumah, Shen tiada hentinya mengelus paha Aura, hingga membuat Aura merasa tidak nyaman, bukan tidak nyaman karena risih, tapi tidak nyaman karena ternyata tubuhnya gampang merespon sentuhan Shen.
Sesampainya di rumah, Aura memperlihatkan wajah sedihnya di depan kedua orang tuanya. Tanpa menyapa kedua orang tuanya, Aura langsung masuk ke kamarnya, dan Shen baru masuk ke dalam rumah.
"Shen, maaf, Kakak tidak menunggu kamu saat peresmian pertunangan Aura," ujar Arya yang merasa bersalah pada Shen.
"Tidak perlu minta maaf. Itu urusan keluarga Kak Arya." Ujar Shen yang langsung pergi, membuat Arya dan Elis saling pandang, lalu mendesah secara bersamaan.
Jam 11.00 malam, Shen yang tidak bisa tidur karena teringat akan kejadian di kantor, dimana Shen merebut mahkota berharga Aura di ruangannya, membuat Shen tidak tahan sangat ingin kembali mengulanginya.
Karena Shen melihat jam sudah jam 11.00 malam, dan Shen juga yakin kalau Kakak dan Kakak iparnya sudah tidur, akhirnya Shen langsung keluar dari kamarnya dan membawa langkahnya ke kamar Aura.
Aura yang dibuat terkejut oleh kedatangan Shen langsung berlari mendekati Shen.
"Paman, ngapain disini? Kalau Papa, Mama tahu bisa bahaya," bisik Aura yang membuat Shen langsung menutup pintu kamar Aura dan menggendong tubuh Aura, lalu membawanya ke ranjang dan menindihnya.
"Emmhhh …"
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.