"Huh," akhirnya Floza bisa bernapas lega setelah melalui jam-jam menegangkan beberapa saat lalu. Untung saja Fenia tau caranya bertanggung jawab. Jiak tidak, sudah dapat dipastikan Floza tidak akan menemui hari bahagia lagi.
Masalah penjelasan selesai, sekarang masalah hidupnya kedepan yang harus ia pikirkan. Bagaimana nasib cintanya yang harus ia sudahi sekarang. Memang Floza tidak mencintai Ellgard, tetapi itu bukan berarti ia bebas memiliki hubungan dengan pria lain. Tidak apa ia terlihat b******k dimata Vino kekasihnya, daripada terlihat murahan dimata Tuhan dan suaminya.
Ellgard datang dan langsung menarik tangan Floza agar mengikutinya. Floza memberontak, ia sedang mengistirahatkan tubuhnya untuk apa orang ini mengusik ketenangannya.
"Lepasin !"
Tanpa hati, Ellgard terus menarik Floza, keluar dari rumah dan memasuki mobil.
_
Floza menatap Ellgard ragu. Ingin bertanya, tapi urung ia lakukan. Floza masih kesal dengan tindakan Ellgard saat memaksanya ikut.
Dan seolah mengerti dengan kebingungan istrinya, Ellgard menjawab dengan tetap mempertahankan wajah datar tanpa ekspresinya. "Kita menuju hotel."
Floza mengangguk paham. Mengetahui tujuan nya adalah hotel, berarti acara resepsi pernikahan akan tetap dilangsungkan besok. Ia kira, karena mempelai yang berbeda resepsi akan batal dilaksanakan. Namun, nyatanya besok Floza akan kelelahan berdiri dengan heels dan mengenakan gaun yang di rancang untuk saudarinya. Sungguh, bukan ini pernikahan impiannya.
Mereka di mobil hanya bertiga dengan supir, itu sebabnya suasana hening jika tidak ada yang berniat membuka suara terlebih Floza sedang dalam mode ngambeknya. Namun, keheningan sungguh tidak cocok untuk Floza. Lama kelamaan ia bosan sendiri dengan keheningan yang tercipta di antara mereka.
Dengan niat memperbaiki suasana hatinya, ia akan membuka suara. Namun, baru saja mulut nya terbuka dering ponsel Ellgard membuat Floza mengatupkan mulutnya seketika.
"Hm." Apakah seperti itu cara orang terpandang menerima telepon ? Itu sangat bukan Floza sekali. Hey, memang Floza dari keluarga terpandang apa ? Jelas bukan, ia hanya terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Wajar saja jika ia terperangah akan sikap angkuh suaminya ini.
" ... "
"Aku tidak akan heran jika kau mengetahuinya." ucap Ellgard kepada seseorang di seberang sana. Sungguh sebelumnya Floza tidak pernah ingin tahu pembicaraan siapapun jika tidak melibatkan dirinya, tapi pengecualian untuk kali ini. Entahlah, rasa penasaran mendera sisi kepo dalam diri Floza. Ia tidak berniat menguping, sungguh. Namun, ia dapat menangkap pembicaraan sang suami. Dan ia hanya bisa menerka-nerka apa yang dibicarakan Ellgard dengan orang diseberang. Karena yang dapat ia dengar hanya suara Ellgard yang berada di sampingnya, bukan suara si penelepon yang berada entah dimana.
"Seperti yang kau ketahui." ucap Ellgard lagi.
" ... "
"Aku tidak perlu menjawab. Aku tutup." Setelahnya, ia menutup panggilan secara sepihak tanpa membiarkan si penelepon mengucapkan kalimat lanjutannya.
Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik sekilas istrinya yang melongo melihat nya. "Kau mau mengundang lalat, Nona ?"
Floza tersentak, dengan segera ia mengatupkan mulutnya. Bodoh ! Untuk apa ia terkejut hingga membuka mulutnya seperti itu, memalukan ! Ia hanya dapat menggerutu merutuki dirinya sendiri dalam hati.
"Kau tidak punya sopan santun kah ?" tanyanya tidak bisa membendung perasaan kesal akan sikap angkuh suami dadakannya.
Ellgard menaikan sebelah alisnya, seolah bertanya 'apa ?'
"Kau menjawab telepon dengan deheman, dan kau mengakhirinya sebelah pihak. Tdak bisakah kau bersikap layaknya manusia ?"
"Memangnya aku tidak bersikap selayaknya manusia ?" tanya Ellgard heran.
Floza menggeleng cepat, ia sangat bersemangat untuk menceramahi pemuda angkuh yang tidak tahu diri ini. "Kau bersikap selayaknya kau Tuhan. Tuan Ellgard, kau ini manusia. Bersikaplah selayaknya manusia."
"Maksud mu ?"
"Cih ! Kau harta saja yang kaya, tapi otak sempit alias miskin. Anak SMP saja tahu apa yang ku maksudkan, dan kau sudah tua tapi tidak tahu diri." cibir Floza, tidak memperdulikan tatapan tajam yang menghujamnya.
"Kau—"
"Iya, aku ? Kenapa ?" Sikap santai Floza membuat Ellgard geram. Tak menjawab Ellgard hanya berdecak seraya kembali menatap gadis itu tajam.
"Jika kau mengira aku akan takut ditatap setajam pedang oleh mu, maka jawabannya adalah tidak. Bahkan jikapun yang kau hunuskan adalah pedang, aku tidak akan gentar dan takut terhadapmu Tuan Ellgard Aganoza Danish." ucap Floza percaya diri sembari memamerkan deretan giginya.
"Kau sungguh cerewet Nona Floza Aleasya Danish." ucap Ellgard menahan geram.
Merasa namanya tidak sesuai, gadis yang memakai nama itu pun protes. "Nama terakhirku Danugara, bukan Danish. Danish adalah nama terakhirmu."
"Kutanya kau menikah dengan siapa ?"
"Denganmu." jawab Floza cepat.
"Gadis pintar."
Floza mengeryit heran, lalu sedetik kemudian ia mengangguk paham. "Jadi nama belakangku sekarang Danish bukan Danugara lagi ?"
"Kau mengataiku berotak sempit, lihatlah sekarang siapa yang berotak sempit ?" cibir Ellgard puas. Sedang Floza hanya bisa meringis, merutuki kebodohannya sendiri. Sial !
Joe—supir pribadi Ellgard tersenyum tipis mendengar perdebatan kecil sepasang pengantin baru itu. Sebenarnya ia sedikit bingung ketika mempelai nya berubah, tapi ia sadar posisi. Jadi, ia memilih diam daripada harus membuat pekerjaannya terancam.
Namun, satu hal yang ia sadari. Perubahan ekspresi Tuannya baru terjadi kali ini. Meskipun bukan perubahan ekspresi yang bagus, tapi setidaknya Tuannya tidak hanya memasang ekspresi datar lagi.
Baru sehari bersama Floza perubahan Ellgard sudah dapat ia rasakan. Semoga Floza dapat mengubah keperibadian buruk Ellgard menjadi lebih hangat. Itulah harapan Joe sebagai supir yang sudah lama mengabdikan diri untuk Ellgard. Setidaknya ia tahu sedikit lebih banyak tentang Ellgard yang tidak diketahui publik.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.