“Ra harus apa Mas? Ra harus apa kalau setiap kali Ra pamit kerja mama selalu ngedumel. Ra usahakan untuk pulang cepat, tapi Ra selalu salah dimata mama. Perempuan mana yang sanggup terus-terusan disalahkan untuk kesalahan yang dia sendiri nggak tahu, Mas?” Raira mengusap kasar airmatanya, “Selalu anak yang jadi alasan mama menyalahkan Ra, menyalahkan pekerjaan Ra. Apa keinginan Ra kita belum dikasih anak? Apa Ra yang minta? Apa mama fikir Ra nggak merindukan sosok itu? Ra juga rindu, Mas, rindu…”
“Kia, kapan wisuda?” tanya Angga saat melihat adiknya sibuk membereskan diktat-diktat semasa kuliah di kamarnya. “Insyaa Allah bulan lima Mas. Kenapa?” “Nggak apa. Cuma tanya.” Angga terdiam sejenak. Seakan memikirkan sesuatu yang serius. Dzakia terkekeh geli. “Nggak apa tapi mukanya serius amat sih mas. Hayoo, pasti mau nanya yang lain kan???” selidik Dzakia. “Ehm..” Angga berdeham sejenak. “Iya sih dek.” Jawabnya singkat. Dzakia memanyunkan bibirnya. “Mau ngomongin apa sih memangnya pak dokter?” tanyanya sedikit penasaran. Angga melirik adiknya itu. Tersenyum simpul. “Kia…” “Hmmm…” “Kamu belum kefikiran untuk menikah?”
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.